Sunday, July 29, 2007

Ciampea, Bogor; Wisata buat para Petualang

Jika bertualang masih menjadi salah satu idaman, Ciampea, Bogor bisa jadi pilihan bagi para petualang yang berdomisili di Jabotabek maupun kota-kota lain yang berdekatan. Jarak yang tidak terlalu jauh itu memudahkan kaum urban untuk dapat mengunjungi kawasan ini pada akhir pekan. Ada tiga buah area potensial wisata petualangan yang ada di daerah tersebut. Ada pilihan Sungai Cisadane untuk para pengarung jeram, Gua Gajah untuk para penelusur gua dan tebing Ciampea untuk para peminat panjat tebing.

Sungai yang berhulu di Gunung Gede ini terentang dengan gradien penurunan rata-rata yang tidak terlalu curam membuat sungai ini sangat layak untuk diarungi. Bulan yang baik untuk mengarungi sungai ini adalah antara November sampai dengan April, karena selain bulan-bulan tersebut debit air yang ada cenderung sangat kecil sehingga membuat pengarungan tidak menarik.

Untuk memasuki sungai ini bisa melalui jembatan Cisadane yang terletak tak jauh dari pasar Ciampea. Di pinggir jalan sebelah kanan ada bangunan tua bekas pabrik pembuatan roti yang pelatarannya bisa digunakan sebagai tempat untuk memompa perahu karet dan mengganti baju. Titipkan saja baju dan perlengkapan yang lain pada pemilik warung di depan bangunan tua tersebut dan kini kita pun siap untuk mengarungi sungai ini.

Lama pengarungan sungai ini berkisar antara satu sampai dua jam. Tetapi itu tergantung pada tempat finish yang kita kehendaki. Bisa berhenti di daerah bernama ‘Pasir’ karena ada bekas ”pabrik” pasir di situ yang dibuat menjadi patokan. Jalur ini berkisar sampai satu jam lamanya. Atau kita memutuskan berhenti di sebuah tempat bernama ‘Negeri di awan’ karena pemandangannya yang indah pada sore hari. Jalur ini bisa di tempuh sampai dua jam lamanya.

Penelusuran gua dilakukan di daerah perbukitan kapur Ciampea. Daerah ini juga merupakan pusat latihan TNI AD sehingga jangan kaget bila di samping terdengar bunyi dentum ledakan untuk memecah kapur, juga akan terdengar ledakan meriam untuk latihan para tentara tersebut.

Transportasi menuju ke sana juga tidaklah terlalu sulit. Bila kita naik angkot dari Bogor turunlah di pos polisi sebelum pasar Ciampea. Dari pos polisi kita bisa berjalan menuju puncak bukit yang terlihat menjulang dari pinggir jalan.
Lama perjalanan menuju puncak bukit tempat entrance gua berkisar antara dua sampai tiga jam. Usahakan berjalan pada pagi hari, karena panas matahari di daerah tersebut sangatlah menyengat.

Banyak terdapat satwa monyet di sini sedangkan floranya mulai banyak terdapat kawanan perdu yang akan menyerang ganas bagian tubuh kita yang tak tertutupi. Teruslah berjalan menanjak sampai setengah jam, dan kita akan melihat dinding tebing setinggi tiga meter. Dengan gaya pemanjatan yang tidak terlalu sulit, kita akan sampai di puncak dinding tersebut. Dan di situlah terletak pintu masuk ke gua Gajah.

Disebut gua Gajah, karena konon pada waktu dahulu kala tak jauh dari gua tersebut ditemukan prasasti bertulis peninggalan dari Raja Mulawarman, dan pada prasasti tersebut tergambar kaki seekor gajah.

Gua yang termasuk berumur tua itu menyimpan banyak ornamen indah, seperti stalagmit, stalagtit, collumn (stalagmite dan stalagtite yang telah bersatu), gordijn (endapan kalsit di dinding gua), rhimestone pool (endapan kalsit yang berbentuk tangga) dan banyak lagi yang lain.

Tetapi karena proses pengendapan kalsit yang biasa terjadi di tiap gua sudah tidak terjadi lagi di sini, maka gua ini bisa dibilang gua mati. Ruangan rata-rata di dalam gua ini besar dengan tinggi atap berkisar sampai 20 – 45 meter dan lebar kiri dan kanan sampai 5-8 meter.

Tak jauh dari gua Gajah ternyata ada juga jajaran tebing yang selalu menjadi sasaran tempat latihan para pemanjat tebing dari Ibu Kota. Bila ke gua dari pos polisi Ciampea kita berjalan, untuk menuju tebing kita bisa mengendarai ojek, atau kalau mau berhemat, kita bisa naik angkot pasar yang membawa penduduk sekitar untuk menuju pasar membawa hasil kebunnya pada pagi hari.

Tinggi tebing berkisar antara 10 – 15 meter. Ada banyak jalur pemanjatan terdapat di sini, dari mulai yang berada di sebelah kiri tebing dengan jalur ‘SS’ yang menurut para pemanjat tersebut adalah jalur yang paling mudah untuk dilalui. Di sebelah jalur ‘SS’ ada jalur ‘Kambing’ yang akan cukup menguras tenaga kita.

Kemudian berturut-turut ada jalur ‘Intifadhah’, ‘Bicycle’, dan ‘Tokek’, jalur yang akan mengagetkan kita karena melihat binatang tersebut ada di celah batuan jalur. Serta yang paling ganas adalah jalur ‘One moment in time’ yang khusus dipanjat satu kali bila kita masih punya banyak energi sesampai di sana.

Khusus sebagai catatan tambahan ada dua jalur bernama ‘Taliban’ dan ‘Strawbery’ yang baru dibuat tahun 2001. Ada juga daerah khusus untuk latihan rapelling di sebelah kiri jalur ‘SS’ yang biasa dipakai para pemanjat pemula untuk berlatih. Secara keseluruhan grade (tingkat) jalur pemanjatan yang ada di tebing Ciampea berkisar antara 5.10 – 5.11.

London, Inggris; Objek Wisata Serba Ada

Ibu kota Britania Raya, London, merupakan tempat yang sangat mengasyikkan karena memiliki banyak objek wisata menarik untuk dikunjungi. London-lah tempatnya bila Anda ingin menikmati segalanya saat berlibur. Wisata sejarah, arsitektur, pertunjukan kesenian kuno maupun kontemporer. Semua serba ada.

Apa yang tidak ada di ibu kota Inggris tersebut? Ingin berkunjung ke berbagai macam istana dan bangunan-bangunan bersejarah? London biangnya. Bagi penggemar seni, bersiap-siaplah pusing menentukan tontonan teater, opera, dan pertujukan seni lainnya. Berbagai macam teater siap memuaskan pengunjung dari kalangan mana pun. Berbagai macam pertunjukan seni kontemporer nan aneh, mulai dari pertunjukan jalanan hingga gedung teater, dapat ditemui di London.

Selanjutnya, Anda tidak perlu pusing memikirkan transportasi ke tempat-tempat wisata. Mulai dari bus, feri, hingga kereta bawah tanah super cepat siap membawa Anda menelusuri seluk-beluk kota London. Lebih puas bila Anda naik bus wisata bertingkat yang tanpa atap, Hop On Hop Off. Cukup antre di halte yang ditentukan dan bayar 15 poundsterling (selanjutnya dibaca pound) kepada supir bus. Anda dapat seharian melihat keindahan tempat-tempat wisata dan bangunan-bangunan kuno di penjuru kota London.

Selama perjalanan menggunakan Hop On Hop Off, seluruh penumpang akan mendapat penjelasan dari seorang pemandu wisata tentang tempat-tempat yang dilewati bus tersebut.Tidak hanya itu, harga tiket bus sudah termasuk tiket mengarungi Sungai Thames selama 45 menit dengan menggunakan feri.

Dari sungai bersejarah tersebut Anda dapat melihat keindahan Istana Westminster (yang kini digunakan sebagai gedung parlemen) beserta menara jam legendaris, Big Ben. Istana Westminster dengan menara jam Big Ben-nya dulu menjadi tempat tinggal para raja dan ratu sebelum akhirnya berubah fungsi menjadi gedung parlemen Inggris.

Kendati tanpa dikenakan biaya, namun para pengunjung harus antre untuk mendapat tiket. Bila ingin menyaksikan rapat para anggota Majelis Tinggi (House of Lords) maupun Majelis Rendah (House of Commons), pengunjung harus sudah mendapat tiket, biasanya tujuh atau delapan pekan sebelumnya, dari para anggota parlemen.

Selain itu para penumpang feri juga akan melihat keindahan Tower Bridge, jembatan dengan dua menara klasik yang dibangun pada abad ke-19. Bangunan-bangunan klasik lainnya, termasuk Tower of London, dapat Anda lihat dengan asyiknya saat mengarungi Sungai Thames. Ingin menikmati pemandangan luas kota London dari ketinggian langit? Dengan mengandalkan kocek sebesar 11,5 pound, pengunjung dapat menikmatinya dengan duduk di atas London Eye, kincir raksasa yang dibangun maskapai penerbangan British Airways.

Bila harga untuk duduk di atas London Eye terlampau mahal, penikmat London dapat menyaksikan pemandangan luas kota tersebut dengan mengunjungi menara kubah gedung St. Paul’s Cathedral. Cukup dengan kocek sebesar enam pound pengunjung juga dapat melihat kemegahan arsitektur gereja yang telah berdiri sejak hampir 1400 tahun yang lalu tersebut beserta nisan makam para pahlawan Inggris seperti Laksamana Nelson, dan Jenderal Wellington.

Tidak kalah menariknya bila Anda berkunjung ke Madame Tussaud. Di tempat tersebut pengunjung dapat menemui ratusan tokoh terkenal dalam bentuk patung lilin. Bagi Anda pecinta kebudayaan purbakala, British Museum tidak boleh dilewatkan. Museum megah yang hingga kini tidak dikenakan biaya masuk, menyimpan banyak peninggalan budaya bersejarah dari berbagai bangsa.

Objek yang menarik perhatian para pengunjung museum tersebut yaitu banyaknya mumi asal Mesir yang dipajang di etalase berikut peti matinya. Salah satu mumi yang dipajang adalah jasad Cleopatra, ratu cantik nan kontroversial zaman Kerajaan Mesir. Selain itu juga dapat dijumpai koleksi patung-patung bangsa Yunani dan Eropa pada zaman perunggu.

Sebagai salah satu pusat kebudayaan modern, di London bertebaran gedung-gedung teater yang menyajikan berbagai macam pertunjukan. Mulai dari yang karya-karya klasik Shakespeare dan ”Les Miserables”-nya Victor Hugo hingga pertunjukan modern macam drama musikal kelompok musik The Queen berjudul ”We Will Rock You” dan ”Lion King.”

Bukan ke London namanya, bila Anda tidak menengok kediaman resmi Ratu Elizabeth II di Istana Buckingham. Hanya pada waktu tertentu saja pengunjung bisa masuk ke istana yang dibangun pada abad ke-18 tersebut. Di musim panas tahun ini, pengunjung dapat masuk kompleks istana antara tanggal 12 Agustus hingga 29 September mendatang.

Sebelum melihat kemegahan Buckingham ada baiknya bila Anda berjalan kaki menyusuri The Mall. Di sebelah kanan jalan menuju Istana Buckingham tersebut terdapat taman kerajaan nan luas dan ramai dikunjungi umum, Hyde Park. Jangan lupa setelah selesai berkunjung ke Istana Buckingham, buru-buru pergi ke Royal Horse Guards sebelum pukul 4 sore. Pada pukul tersebut para pengunjung dari dekat dapat melihat pergantian pasukan kerajaan berkuda. Di situ pula pengunjung dapat berfoto di samping pasukan kerajaan yang berdiri tegak dan tetap tabah sebagai objek foto para turis.

Sebelum meninggalkan London, tentunya Anda ingin membeli kenang-kenangan untuk kerabat dan teman di rumah. Berbagai macam pusat perbelanjaan, mulai dari yang paling elegan seperti ”Harrod’s” sampai yang ”murah meriah” seperti di kawasan perbelanjaan Oxford Street dan Picadilly Circus, menyajikan berbagai cinderamata khas London dan Inggris.

Thursday, July 26, 2007

Yogyakarta, yuk ke jogka yuk... !!


Yogyakarta bukan nama baru sebagai destinasi liburan. Banyak tempat bisa dikunjungi di lokasi ini. Mulai dari kelas elite hingga kaki lima memiliki atmosfir sendiri. Namun begitu, kami mencoba menampilkan sisi lain Kota Gudeg ini, seperti kursus kilat membuat perak di Studio 76 dan berkunjung ke Tamansari.

Yogyakarta (beberapa orang menyebutnya Yogyakarta, Jogjakarta, Yogya atau Jogya) adalah kota yang terkenal akan sejarah dan warisan budayanya. Jogja merupakan pusat kerajaan Mataram Kuno (1575-1640) sampai sekarang Kraton (Istana) masih berfungsi dalam arti yang sesungguhnya. Jogja juga memiliki banyak candi berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan-kerajaan besar jaman dahulu, di antaranya adalah Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke-9 oleh dinasti Syailendra.

Liburan ke Jogja kurang lengkap kalau tidak singgah ke Kotagede, kota di mana kerajian perak memiliki tempat tersendiri. Jika anda selama ini hanya membeli perak dari kota ini, tidak ada salahnya anda mencoba sesuatu yang sedikit beda, membuat sendiri perhiasan perak misalnya.

Sebagaimana yang dilakukan Studio 76 yang menyediakan kursus bagi pengunjung yang tertarik dengan perhiasan perak. Hanya dalam waktu 3 jam dengan bimbingan instruktur professional anda bisa membuat cincin, liontin, gelang dan sebagainya sebagai oleh-oleh asli Kotagede juga asli buatan sendiri.

Studio 76 merupakan sebuah rumah seni yang memproduksi kerajinan perak seperti miniatur andong, becak, kereta kencana, peralatan makan perak dan lain sebagainya. Selain memproduksi juga menawarkan kursus membuat perhiasan perak untuk wisatawan yang sedang berkunjung ke Yogyakarta. Studio 76 terletak di tengah Kotagede, anda akan menemukan Kotagede yang sebenarnya dengan kehidupan khasnya, pengrajin peraknya, makanan khas tradisionalnya dan juga dengan bangunan-bangunan kunonya.

Destinasi berikutnya adalah Tamansari yang merupakan taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan keluarganya. Sebenarnya selain Taman Sari, Kesultanan Yogyakata memiliki beberapa pesanggrahan seperti Warungboto, Manukberi, Ambarbinangun dan Ambarukmo. Kesemuanya berfungsi sebagai tempat tetirah dan bersemadi Sultan beserta keluarga. Disamping komponen-komponen yang menunjukkan sebagai tempat peristirahatan, pesanggrahan-pesanggrahan tersebut selalu memiliki komponen pertahanan. Begitu juga hanya dengan Tamansari.

Letak Tamansari hanya sekitar 0,5 km sebelah selatan Kraton Yogyakarta. Arsitek bangunan ini adalah bangsa Portugis, sehingga selintas seolah-olah bangunan ini memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat, di samping makna-makna simbolik Jawa yang tetap dipertahankan. Namun jika kita amati, makna unsur bangunan Jawa lebih dominan di sini. Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I atau sekitar akhir abad XVII M. Tamansari bukan hanya sekedar taman kerajaan, namun bangunan ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari kolam pemandian, kanal air, ruangan-ruangan khusus dan sebuah kolam yang besar (apabila kanal air terbuka).


Bagian Kolam Pemandian, merupakan bagian Tamansari yang digunakan untuk Sultan dan keluarganya bersenang-senang. Bagian ini terdiri dari dua buah kolam yang dipisahkan dengan bangunan bertingkat. Air kolam keluar dari pancuran berbentuk binatang yang khas. Bangunan kolam ini sangat unik dengan pot-pot besar didalamnya.

Sumur Gemuling adalah sebuah bangunan melingkar yang berbentuk seperti sebuah sumur didalamnya terdapat ruangan-ruangan yang konon dahulu difungsikan sebagai tempat sholat. Sementara itu lorong-lorong yang ada di kawasan ini dahulu konon berfungsi sebagai jalan rahasia yang menghubungkan Tamansari dengan Kraton Yogyakarta. Bahkan ada legenda yang menyebutkan bahwa lorong ini tembus ke pantai selatan dan merupakan jalan bagi Sultan Yogyakarta untuk bertemu dengan Nyai Roro Kidul yang konon menjadi istri bagi raja-raja Kasultanan Yogyakarta. Bagian ini memang merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat pertahanan atau perlindungan bagi keluarga Sultan apabila sewaktu-waktu ada serangan dari musuh.

Tamansari adalah sebuah tempat yang cukup menarik untuk dikunjungi. Selain letaknya yang tidak terlalu jauh dari Kraton Yogyakarta yang merupakan obyek wisata utama kota ini, Tamansari memiliki beberapa keistimewaan. Keistimewaan Tamansari antara lain terletak pada bangunannya sendiri yang relatif utuh dan terawat serta lingkungannya yang sangat mendukung keberadaannya sebagai obyek wisata.

Di lingkungan Tamansari ini dapat dijumpai Masjid Saka Tunggal yang memiliki satu buah tiang. Meskipun masjid ini dibangun pada abad XX, namun keunikannya tetap dapat menjadi aset dikompleks ini. Di samping itu, kawasan Tamansari dengan kampung taman-nya ini sangat terkenal dengan kerajinan batiknya. Kita dapat berbelanja maupun melihat secara langsung pembuatan batik-batik yang berupa lukisan maupun konveksi. Kampung Tamansari ini sangat dikenal sehingga banyak mendapat kunjungan baik dari wisatawan mancanegara maupun wisata nusantara. Tidak jauh dari Tamansari, dapat dijumpai Pasar Ngasem yang merupakan pasar tradisional dan pasar burung terbesar di Yogyakarta. Beberapa daya tarik pendukung inilah yang membuat Tamansari menjadi salah satu tujuan wisata Kraton Yogyakarta.

Atmosfir seni begitu terasa di Jogja. Malioboro, yang merupakan urat nadi Jogja, dibanjiri barang kerajinan dari segenap penjuru. Musisi jalanan pun selalu siap menghibur pengunjung warung-warung lesehan. Banyak orang yang pernah berkunjung ke Jogja mengatakan bahwa kota ini selalu bikin kangen. Berkunjunglah ke sini dan anda pasti akan mengerti sebabnya.



Luv Ze3

o(^__^)o

Zeus Temple


This is the statue of the god in whose honor the Ancient Olympic games were held. It was located on the land that gave its very name to the Olympics. At the time of the games, wars stopped, and athletes came from Asia Minor, Syria, Egypt, and Sicily to celebrate the Olympics and to worship their king of gods: Zeus.
Location

At the ancient town of Olympia, on the west coast of modern Greece, about 150 km west of Athens.
History

The ancient Greek calendar starts in 776 BC, for the Olympic games are believed to have started that year. The magnificent temple of Zeus was designed by the architect Libon and was built around 450 BC. Under the growing power of ancient Greece, the simple Doric-style temple seemed too mundane, and modifications were needed. The solution: A majestic statue. The Athenian sculptor Pheidias was assigned for the "sacred" task, reminiscent of Michelangelo's paintings at the Sistine Chapel.

For the years that followed, the temple attracted visitors and worshippers from all over the world. In the second century BC repairs were skillfully made to the aging statue. In the first century AD, the Roman emperor Caligula attempted to transport the statue to Rome. However, his attempt failed when the scaffolding built by Caligula's workmen collapsed. After the Olympic games were banned in AD 391 by the emperor Theodosius I as Pagan practices, the temple of Zeus was ordered closed.

Olympia was further struck by earthquakes, landslides and floods, and the temple was damaged by fire in the fifth century AD. Earlier, the statue had been transported by wealthy Greeks to a palace in Constantinople. There, it survived until it was destroyed by a severe fire in AD 462. Today nothing remains at the site of the old temple except rocks and debris, the foundation of the buildings, and fallen columns.
Description

Pheidias began working on the statue around 440 BC. Years earlier, he had developed a technique to build enormous gold and ivory statues. This was done by erecting a wooden frame on which sheets of metal and ivory were placed to provide the outer covering. Pheidias' workshop in Olympia still exists, and is coincidentally -- or may be not -- identical in size and orientation to the temple of Zeus. There, he sculpted and carved the different pieces of the statue before they were assembled in the temple.

When the statue was completed, it barely fitted in the temple. Strabo wrote:

".. although the temple itself is very large, the sculptor is criticized for not having appreciated the correct proportions. He has shown Zeus seated, but with the head almost touching the ceiling, so that we have the impression that if Zeus moved to stand up he would unroof the temple."

Strabo was right, except that the sculptor is to be commended, not criticized. It is this size impression that made the statue so wonderful. It is the idea that the king of gods is capable of unroofing the temple if he stood up that fascinated poets and historians alike. The base of the statue was about 6.5 m (20 ft) wide and 1.0 meter (3 ft) high. The height of the statue itself was 13 m (40 ft), equivalent to a modern 4-story building.

The statue was so high that visitors described the throne more than Zeus body and features. The legs of the throne were decorated with sphinxes and winged figures of Victory. Greek gods and mythical figures also adorned the scene: Apollo, Artemis, and Niobe's children. The Greek Pausanias wrote:

On his head is a sculpted wreath of olive sprays. In his right hand he holds a figure of Victory made from ivory and gold... In his left hand, he holds a sceptre inlaid with every kind of metal, with an eagle perched on the sceptre. His sandals are made of gold, as is his robe. His garments are carved with animals and with lilies. The throne is decorated with gold, precious stones, ebony, and ivory.

The statue was occasionally decorated with gifts from kings and rulers. the most notable of these gifts was a woollen curtain "adorned with Assyrian woven patterns and Pheonician dye" which was dedicated by the Syrian king Antiochus IV.

Copies of the statue were made, including a large prototype at Cyrene (Libya). None of them, however, survived to the present day. Early reconstructions such as the one by von Erlach are now believed to be rather inaccurate. For us, we can only wonder about the true appearance of the statue -- the greatest work in Greek sculpture.

Wednesday, July 25, 2007

Lombok Island

Beyond Bali, Lombok is a still undiscovered paradise with lush tropical greenery, which will attract every heart with fascination.

Some describe the island as the only holiday resort where visitors may relax and recover. Plenty of glistening white sandy beaches are found on almost all of the entire island boundaries, and most are rare of tropical-tan seekers. But this is not all that it offers, the smaller islands to the north namely Gili Air, Gili Meno, Gili Terawangan, and to the south-west namely Gili Nanggu, Gili Gede, Gili Genting, Gili Layar and many others which only some are inhabited, provide a tropical island holiday featuring sun-sand-sea and marine beauty. The activities of swimming, snorkeling and diving would be the best, or fishing? You get the idea...

Whatever your plans, whether just relaxing on a beach or exploring the countryside, E.R Tours can help you plan your holiday your way.

Borobudur Temple


The Borobodur Temple complex is one of the greatest monuments in the world. It is of uncertain age, but thought to have been built between the end of the seventh and beginning of the eighth century A.D. For about a century and a half it was the spiritual centre of Buddhism in Java, then it was lost until its rediscovery in the eighteenth century.

The structure, composed of 55,000 square meters of lava-rock is erected on a hill in the form of a stepped-pyramid of six rectangular storeys, three circular terraces and a central stupa forming the summit. The whole structure is in the form of a lotus, the sacred flower of Buddha.

For each direction there are ninety-two Dhyani Buddha statues and 1,460 relief scenes. The lowest level has 160 reliefs depicting cause and effect; the middle level contains various stories of the Buddha's life from the Jataka Tales; the highest level has no reliefs or decorations whatsoever but has a balcony, square in shape with round walls: a circle without beginning or end. Here is the place of the ninety-two Vajrasattvas or Dhyani Buddhas tucked into small stupas. Each of these statues has a mudra (hand gesture) indicating one of the five directions: east, with the mudra of calling the earth to witness; south, with the hand position of blessing; west, with the gesture of meditation; north, the mudra of fearlessness; and the centre with the gesture of teaching.

Besides being the highest symbol of Buddhism, the Borobodur stupa is also a replica of the universe. It symbolises the micro-cosmos, which is divided into three levels, in which man's world of desire is influenced by negative impulses; the middle level, the world in which man has control of his negative impulses and uses his positive impulses; the highest level, in which the world of man is no longer bounded by physical and worldly ancient desire.

It is devotional practice to circumambulate around the galleries and terraces always turning to the left and keeping the edifice to the right while either chanting or meditating. In total, Borobodur represents the ten levels of a Bodhisattva's life which he or she must develop to become a Buddha or an awakened one.