Di persimpangan pepohonan besar dari jenis angsana atau sono kembang, terdapat Tugu Lady Raffles, isteri Thomas Stamford Rraffles, Gubernur Jawa pada 1811-1816. Tugu ini dibuat Raffles sebagai peringatan atas meninggalnya Lady Olivia Mariamne Raffles pada 1814, akibat penyakit malaria. Di rute ini pengunjung dapat melihat megahnya Istana Bogor dikelilingi Kolam Gunting yang dipenuhi bunga teratai. Di seberang kolam ada pohon tertua di Kebun Raya Bogor yang ditanam pada 1823. Yakni, pohon leci atau Litchi chinenis yang khusus didatangkan dari China.
Selain ditumbuhi ribuan species tanaman baik dalam maupun luar negeri, Kebun Raya juga merupakan "pulau" tempat berlindung bagi beraneka burung di tengah kota yang berkembang pesat, Tercatat lebih dari 50 jenis burung ada di sini, seperi kepodang, walik kembang, kutilang, kucica, kowak, kuntul, dan cinenen kelabu. Seperti yang terlihat sore itu, puluhan kuntul berseliweran di atas pohon yang tumbuh di tengah kolam, dengan suaranya yang khas.
Keindahan kebun yang terletak di Jl H Juanda ini tidak saja dikenal di Indonesia, tapi juga tersohor hingga seluruh dunia. Tak heran jika banyak wisatawan dari mancanegara terlihat berlalu lalang sambil mengamati berbagai jenis tanaman langka yang banyak terdapat di sini. Penulis sempat bertemu wartawan televisi dari Taiwan, kedatangannya ini untuk mengabadikan aneka pohon raksasa berusia ratusan tahun. Namun, dia mengaku agak kecewa, karena kini banyak pohon langka yang tumbang.
Melanjutkan perjalanan memasuki rute kedua, selain akan menemui rimbunan pohon pandan, palem, dan beberapa kolam dengan aneka tanaman air. Pemandangan yang sangat indah bisa ditemui di Cafe Botanicus yang dikelilingi padang rumput dan kolam besar berhiaskan tanaman teratai. Di tempat inilah pengunjung banyak yang memanfaatkannya untuk beristirahat atau bersantai. Berbaring beralaskan rumput atau menikmati bekal makanan bersama keluarga.
Jika Anda merupakan penggemar pohon jenis paku-pakuan, maka rute ketiga merupakan surganya jenis ini. Di sana ada Taman Meksiko, bagian hutan alam yang dipenuhi koleksi paku-pakuan, rempah-rempah, palem dan kalong buah.
Bagi penggemar anggrek, di rute keempat Kebun Raya Bogor juga menyimpan banyak koleksi yang bernilai tinggi. Tak heran jika pada 1977, Siti Hartinah, isteri mantan Presiden Soeharto mendanai pembuatan rumah kaca khusus untuk koleksi anggrek liar yang ada di Indonesia. Sayangnya, untuk memasukinya harus ada izin khusus dan membeli karcis terlebih dahulu.
Saking luasnya, agar bisa puas mengelilinginya lebih baik kita datang saat kebun ini dibuka, yakni pukul 08.00-17.00 dengan membayar karcis Rp 3.500 per orang. Dan, jangan lupa membawa bekal makanan serta menggenakan alas kaki yang nyaman.
Keberadaan kebun ini berawal dari keinginan Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jawa pada 1811-1816, untuk membentuk Kebun Istana yang ditempatinya menjadi taman bergaya Inggris. Dua penata taman dari Kebun Raya Kew di London, Inggris sengaja didatangkannya. Penataan demi penataan pun dilakukan demi mewujudkan impian akan taman yang indah.
Apa yang diimpikan Raffles akhirnya berhasil diwujudkan Casper Georg Carl Reinwardt yang sekaligus dinobatkan sebagai pendiri Lands Plantentuin, nama yang diberikan bangsa Belanda untuk Kebun Raya. Reinwardt adalah orang Jerman yang yang pindah ke Amsterdam dan mempelajari ilmu pasti alam, dengan spesialisi botani dan ilmu kimia.
Reindwardt pun memutuskan mengumpulkan seluruh tumbuh-tumbuhan ini dalam suatu kebun botani di Bogor, yang pada waktu itu disebut Buitenzorg, yang berarti tanpa pemeliharaan atau perawatan. Hal ini juga memberikan kesempatan baginya untuk mengoleksi tumbuhan dan biji-bijian dari berbagai wilayah di semenanjung Malaya. Kebun Raya inilah yang pada akhirnya menjadikan Bogor sebagai pusat pengembangan pertanian hortikultura di Indonesia.
No comments:
Post a Comment