Monday, August 13, 2007

Pantai Surga, NTB; Surga Para Peselancar

Para wisatawan mancanegara itu begitu bahagia bercengkerama bersama di permukaan air yang bening dan biru. Sesekali mereka mengapung untuk beberapa saat, kemudian dengan mengangkat badannya, berdiri di atas papan selancar, dan akhirnya bergerak meliuk–liuk mengikuti arah ombak ke arah pesisir.

Ketika air surut, mereka berenang ke arah tengah lautan sembari mengamati gerakan air. Begitu ombak bergulir, mereka pun meluncur mengikuti gerakan air ke tepian pantai.

Itulah pemandangan yang menonjol di Pantai Surga, kawasan Teluk Ekas, Dusun Lendang Terak, Desa Pemongkong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Teluk ini seperti umumnya perairan selatan Pulau Lombok yang berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia, menjadi alternatif para peselancar. Kawasan Pantai Kute, Tanjung An, Gerupuk, dan Mawon, di Lombok Tengah, serta desert point Bangko–Bangko di Lombok Barat adalah pilihan lain bagi para peselancar tersebut.

Lokasi–lokasi berselancar itu umumnya memiliki garis pantai yang indah, berair jernih, dan nuansa petualangannya pun demikian terasa, seperti kawasan Teluk Ekas.

Kerry Black, pakar terumbu karang buatan untuk selancar asal Selandia Baru, mengatakan, ombak di daerah di sekitar Teluk Ekas sangat bagus dan disenangi para peselancar. "Tengoklah dari kejauhan, bukit–bukit itu bagaikan putri sedang berbaring," tutur Black seraya menunjuk gugusan bukit membentang dari utara dan ke barat Teluk Ekas. "Jika berdiri di bukit tersebut, Anda bak menikmati heaven on the planet," kata Black menambahkan.

Dia pun memerinci nuansa petualangan dimaksud. Pada malam hari di tempat ini debur ombak dan suara binatang malam yang bersahutan membuat hati terbuai. Sayangnya, untuk menuju tempat itu, orang harus melalui jalan sepanjang 12 kilometer dari Dusun Jor ke Dusun Lendang Terak yang aspalnya sudah mengelupas dan berlubang.

Setelah itu, jalan yang tersedia hanya berupa jalan tanah yang diapit semak belukar dan bukit dan hanya bisa dilewati satu kendaraan roda empat. Ketika jalan dibasahi air hujan, kendaraan roda empat biasa yang bukan gardan ganda dijamin tak mampu melewati kawasan itu. Selain sepi penduduk, di lokasi itu pun jarak permukiman warga yang ada umumnya berjauhan satu dengan lainnya.

Bagi mereka yang senang melakukan snorkeling atau penyelaman, tempat itu tidaklah terlalu menarik. Pemandangan bawah airnya biasa–biasa saja, kalah beragam jika dibandingkan dengan obyek wisata Gili Terawangan, Lombok Barat. Ikan kerapu, ekor kuning, lele laut, lobster, gurita, ikan hias (clawn fish), dan koral merah (red coral) berbentuk kipas memang ada di sana, tetapi pemandangan keseluruhannya bisa dibilang biasa saja.

Sekarang ini memang ombak yang menjadi daya tarik utama wisatawan untuk mengunjungi Pantai Surga atau Pantai Ekas yang pantainya sama–sama berpasir putih. Di perairan teluk yang berjarak 70 kilometer arah tenggara Mataram itu, pada musim tertentu, tinggi gelombang atau ombak mencapai lima meter.

Di teluk yang pernah disapu tsunami pada tahun 1977 tersebut terdapat dua jenis ombak, yakni dua ombak kiri dan tiga ombak kanan, dengan bentuk pipa (pipe), dinding (wall), dan heavy. Pada ombak kiri, peselancar biasanya akan terdorong/meluncur ke kiri. Hal serupa berlangsung pada ombak kanan.

Menurut keterangan para pemandu wisata di sana, lama tinggal wisatawan mancanegara di kawasan itu paling lama 21 hari. Mereka tinggal di sebuah penginapan yang pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian, meski hanya menyediakan 11 kamar.

Meski demikian, fasilitas yang terbatas itu bukan halangan bagi peselancar. "Mereka bahkan tidak jarang tidur bergerombol di restoran penginapan itu, selain ada pula yang membawa tenda, atau tidur di hammock (tempat tidur gantung) yang diikatkan pada dua batang pohon," tutur Naim, pemandu wisata.

Ia menambahkan, setiap bulan ada sekitar 50 wisatawan mancanegara menginap di sekitar itu dengan masa tinggal paling sedikit empat hari. Karena itu, bagi yang menyukai petualangan seperti itu, mengapa tidak mencoba keindahan Pantai Surga.

TWM Jonggol, Jabar; Wisata Kebun Keluarga

Walaupun sudah diresmikan sejak 1995, popularitas Taman Buah Mekarsari tidak sebesar tempat wisata lainnya. Kini tempat itu mencoba mengejar ketertinggalannya dengan mengubah diri tidak lagi sekadar taman buah, tetapi menjadi Taman Wisata Mekarsari. Intinya, setiap keluarga bisa berwisata di tengah taman buah.

Berubahnya konsep Taman Wisata Mekarsari (TWM) dari sekadar taman buah menjadi taman wisata, tentunya diiringi perubahan fasilitas yang ada di sana. Dulu pengunjung memang hanya bisa menikmati berbagai macam buah, terutama buah tropis dan buah-buah langka yang ada di Indonesia. Pengunjungnya pun rata-rata adalah orang yang berminat pada tanaman buah atau mahasiswa yang melakukan penelitian.

Sejak 2004, TWM mencoba memusatkan perhatian pada hiburan untuk seluruh anggota keluarga sambil menumbuhkan kecintaan pada tanaman. Menurut Yuliati, staf Marketing dan Humas PT Mekar Unggul Sari yang mengelola TWM, perubahan konsep ini memang dilakukan karena ingin melebarkan layanan kepada masyarakat. Pengunjung tidak hanya mencicipi buah hasil budidaya TWM, tetapi juga mendapatkan kegembiraan dengan segala fasilitas permainan dan hiburan yang ada. "Lagi pula agar pengunjung mempunyai alternatif hiburan lain, jika tidak bisa memetik buah karena tidak bertepatan dengan waktu panen," kata Yuliati.

Lokasi TWM sekitar 13 kilometer dari pintu tol Cibubur (Jagorawi), di Jalan Raya Cileungsi-Jonggol Kilometer 3, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Dengan luas areal 264 hektar, TWM memiliki koleksi kurang lebih 44 famili, 362 spesies, dan 1.463 varietas tanaman dari berbagai daerah di Indonesia, seperti buah nanas, durian, melon, rambutan, mangga, manggis, hingga belimbing. Semua buah ini tersedia dengan berbagai macam jenis dan asal buah.

Selain itu, TWM melakukan penyilangan terhadap berbagai macam jenis buah sehingga menghasilkan buah dengan kualitas yang baik. Misalnya saja nangkadak, yakni buah hasil penyilangan antara nangka dan cempedak. Kulit buah tidak terlalu tebal, tetapi daging buahnya tebal seperti nangka, tetapi tidak sewangi cempedak. Rasanya juga manis. Di TWM juga tersedia buah-buah langka seperti matoa, sawo kecik, gayam, buah nona, kesemek, dan namnam atau kepel, dan juga kemang.

Untuk masuk ke TWM, setiap pengunjung harus membayar tiket masuk seharga Rp 10.000 per orang dan anak-anak Rp 9.000. Adapun untuk berkeliling melihat seluruh fasilitas kebun buah, pengunjung bisa menggunakan kereta keliling dengan membayar Rp 3.000 per orang.

Pengunjung boleh berhenti di tempat-tempat wisata yang diinginkan dan melanjutkan perjalanan dengan kereta berikut tanpa dipungut bayaran lagi. Jika kebun buah yang didatangi sedang panen, pengunjung boleh membeli dengan memetik langsung buah di pohon. Sementara jika sedang tidak panen atau lewat waktu panen, pengunjung bisa membeli buah di kios yang ada di kebun atau di toko buah di areal Graha Krida Sari (gedung pusat informasi).

Bagi pengunjung yang memang ingin merasakan memetik buah sendiri, ada baiknya untuk menelepon dulu ke pengelolanya atau menanyakan ke informasi buah apa yang bisa dipanen. Banyak pengunjung yang kecewa karena ketika datang ternyata tidak bisa merasakan memetik buah karena bukan waktu panen. Ketika Kompas datang, dikatakan buah yang sepanjang waktu bisa dipanen adalah melon. Namun ternyata juga tidak bisa memetik karena belum waktunya panen.

Untuk mengobati rasa kecewa karena tidak bisa memanen, pengunjung bisa menikmati taman keluarga. Anak-anak bisa mengunjungi kebun binatang kecil dan naik kuda, atau bermain di taman bermain. Ibu bisa memetik sayuran di kebun sayur, seperti terong dan kacang panjang, sedangkan ayah bisa memancing. Tiket masuk ke taman keluarga ini Rp 3.000 per orang, sewa pancing dan umpan Rp 6.000, sedangkan sayur hasil petikan dan ikan hasil pancingan ditimbang untuk dibayar.

TWM juga menyediakan fasilitas belajar menanam bagi anak-anak. Anak akan diberi satu pot, media tanam, alat-alat menanam, dan pohon yang akan ditanam. Anak akan diajarkan bagaimana pohon yang ada di kantong tanam plastik (polybag) dipindahkan ke pot. Setelah itu, pohon hasil tanamnya boleh dibawa pulang.

Dengan belajar menanam ini, diharapkan akan tumbuh rasa cinta pada tanaman di dalam diri anak-anak. Selain itu, juga rasa tanggung jawab anak untuk selalu menyiram tanaman agar tidak mati. Fasilitas Kids Farmer ini hanya tersedia pada Selasa sampai Jumat dan bisa diselenggarakan minimal empat anak dengan harga Rp 37.000 per orang.

TWM sebenarnya juga mempunyai paket-paket untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang budidaya tanaman, seperti belajar membuat kultur jaringan, biologi bunga, dan kunjungan ke laboratorium biosari. Namun, paket ini hanya disediakan bagi sekolah atau universitas dengan jumlah peserta minimal 30 orang.

Bagi pengunjung yang tertarik membeli tanaman hasil budidaya TWM, baik tanaman buah maupun bunga, bisa membeli di Garden Center. Di sana tersedia tanaman hias, bibit, media tanam, pupuk, dan juga tabulampot (tanaman buah dalam pot).

Bukit Barisan, Sumsel; Surga Petualang Arung Jeram

Bila berminat berwisata, sekaligus olahraga dan bertualang, olahraga arung jeram beberapa sungai di Sumatera Selatan, menawarkan itu. Kondisi geografis wilayah sebelah barat Sumatera Selatan yang berbatasan dengan Bukit Barisan, menjadi "surga" bagi penggemar dan yang suka dengan tantangan dan pengalaman baru.

Sejumlah anak sungai yang berarus deras dan berjeram (white water) tersebar di berbagai lokasi. Baru-baru ini, tim mahasiswa pencinta alam Wigwam (Fakultas Hukum Unsri), mengarungi jeram di hulu Sungai Manna (sebelah Tenggara Gunung Dempo). Sungai Manna yang membelah bagian Selatan Provinsi Bengkulu bagian hulunya berada di wilayah Sumsel.

Lokasi start di kota Kecamatan Tanjungsakti (Lahat) berada di Bukit Barisan, biasa digunakan penggemar olahraga arung jeram. Dari awal, sungai ini memiliki tingkat kesulitan bervariatif. Memang lokasi ini pun ditawarkan untuk paket wisata, namun grade (tingkat kesulitan), tentu membutuhkan pemandu (guide) yang berpengalaman. Lokasi biasanya diu pilih, karena menjadi titik terdekat untuk turun ke sungai. Dari sini, sungai cukup lebar dan arus yang yang terdengar bergemuruh. Arus deras yang ditawarkan di bagian ini, rasanya sudah cukup meningkatkan pacuan adrenalin tubuh.

Tonjolan batu membentuk aliran air dan menimbulkan, memerlukan tenaga ekstra untuk melewatinya. Ayunan ombak di sini, masih bisa disaksikan penduduk desa. Hanya dalam hitungan detik, tak waktu berleha-leha, di ujung alur sungai membentuk pelataran arus yang relatif tenang, memberikan kesempatan untuk menarik napas dan sedikit untuk beristirahat.

Keindahan alam, tebing di kiri-kanan sungai menawarkan keindahan alam hutan hujan tropis. Arus tenang ini, hanya 50 meter, di depan sudah menunggu jeram yang tak kalah mendebarkan. Tim seolah "dibangunkan" oleh skipper (juru mudi) untuk bersiap melalui jalur sempit. Di jalur sepanjang 15 kilometer yang ditempuh, setidaknya ada dua jeram yang membutuhkan konsentrasi tim secara penuh. Jeram yang membentuk patahan (hole) dan batuang padas pinggiran sungai, serta kelokan arus di ujung jeram yang membentuk cekunngan dan arus memutar.

Olahraga arung jeram memang belum begitu populer di wilayah ini. Penggemarnya baru sebatas kalangan penyuka (outdoor). Aktifitas ini masih dikategorikan olahraga berisiko tinggi, bila prosedur standar dan tingkat kemampuan (skill) tidak diperhatikan. Termasuk jeram Sungai Manna, dengan kategori kesulitan maksimal grade-IV. Sehingga tidak aneh jika perkembangannya tidak begitu populer, selain lokasinya relatif membutuhkan waktu cukup lama.

Lokasi arung jeram Sungai Manna ini, misalnya, kalah populer di kalangan penggemarnya dibandingkan lokasi arung jeram yang sudah dijadikan kawasan wisata di Pulau Jawa. Juga tak sepopuler Sungai Alas (di utara Sumatera) atau bahkan Memberamo di Papua, yang telah mendunia.

Lokasi start awal Jeram Manna yang berada di wilayah Kabupaten Lahat, titik awal ini terletak sekitar 40 kilometer dari Kota Pagaralam. Peralatan pun relatif mudah didapat, ada operator penyelenggara termasuk pemandu, yang berdomisili di Pagaralam. Olahraga ini relatif baru dikenalkan kepada masyarakat Sumsel, walaupun sudah ada wadah organisasinya FAJI (Federasi Arung Jeram Indonesia) 1997 lalu.

Potensi ini pula yang ditawarkan pengelola pariwisata daerah itu. Selain, lokasi arung jeram Sungai Lematang, terutama ruas Pelangkenidai-Lematang Indah (air terjun). "Untuk petualangan, jalur Lematang Indah (Pagaralam)-Endikat, belum banyak dilalui. Jeram-jeram dan alamnya 'luar biasa'," kata Ketua FAJI Sumsel, Koesmiran SH, operator Permata Jeram.

Bila jalur ini kurang terjamah, justeru jalur Endikat-Lahat, relatif sudah lebih dulu dikenal kalangan penggemar arung jeram. "Lumayan bagus, risikonya mungkin lebih rendah. Pengarungan sekitar empat jam," ujar Anca dari Wigwam.

Lahat dan Pagaralam sudah menawarkan lokasi arung jeram untuk wisata. Sungai Enim (Muaraenim), dari Begedung (Semendo) akhir tahun 2005 menyelenggarakan kejuaraan nasional pengarungan jeram (down-river). Sungai Rawasulu (Musirawas) dijadikan lokasi wisata. Sungai Selabung dan Saka (Muaradua, OKU Selatan), dua sungai ini belum banyak dijamah kalangan pengarung jeram. Inilah lokasi-lokasi arung jeram yang menantang untuk dijelajahi kalangan petualang dan wisata.

Flores, NTT; Kenali Taman Nasional Komodo

Pulau Flores dan sekitarnya seperti Pulau Lembata, Adonara, Solor, dan Komodo, dikenal kaya dengan obyek wisata yang unik, dan bernilai tinggi. Empat obyek wisata di antaranya sudah dikenal hingga mancanegara, yakni biawak raksasa komodo di Komodo, taman laut Riung, danau berwarna Kelimutu, dan perburuan paus kotaklema di Lamalera.

Obyek-obyek wisata tadi berada dalam satu lintas tujuan wisata nasional, yakni Bali dan Senggigih di Lombok (Nusa Tenggara Barat). Meski demikian, obyek wisata di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) tadi belum dikelola secara maksimal. Belum bernilai ekonomis bagi daerah dan penduduknya, serta sepi kunjungan wisata.

Kiprah wisata di Flores terputus, tidak hanya dari arah barat (Bali dan Lombok), tetapi juga daratan pulau itu sendiri. Flores yang kini meliputi tujuh kabupaten, termasuk Lembata, belum memiliki payung bersama dalam mengelola pariwisatanya. Mereka masih asyik berjuang sendiri-sendiri.

Tidak dapat disangkal, biawak raksasa komodo yang menghuni kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Manggarai Barat, ujung barat Pulau Flores, adalah kekhasan Indonesia. Biawak dari zaman prasejarah ini masih hidup hingga di zaman modern seperti sekarang ini, dan menjadi daya tarik satu-satunya yang dimiliki dunia saat ini.

TNK terkenal hingga pelosok dunia karena menyimpan dua objek wisata berdaya tarik tinggi. Selain kadal raksasa komodo tadi, juga bentangan kawasan perairannya yang kaya berbagai jenis biota lautnya.

Biawak komodo (Varanus komodoensis)—reptil darat terbesar di dunia—di TNK hidup menyebar di Pulau Komodo, Rinca, dan Gilimotang. Sekitar 2.000-an ekor reptil ini disebut ora oleh masyarakat setempat dan termasuk binatang pemakan bangkai dan terkadang kanibal. Mangsa yang sekaligus menjadi makanannya adalah rusa, babi hutan, kerbau dan kuda liar.

Kekuatan lain dari TNK adalah kekayaan kandungan air lautnya. Kawasan laut TNK seluas 132.572 hektar, memiliki kandungan biota tergolong kaya di dunia. Hasil penelitian bahkan menyebutkan terumbu karang dalam kawasan TNK sebagai terindah di dunia karena bentuk dan warnanya beraneka. Terumbu karangnya terdiri dari 260 jenis.

Di perairan TNK terdapat lebih dari 1.000 jenis ikan bernilai ekonomis tinggi, seperti kerapu dan ikan napoleon (Chelinus undulatus), jenis ikan langka yang menjadi hidangan bergengsi di China.

Perairan TNK juga merupakan tempat berlindung dan bertelur berbagai jenis ikan karang, penyu hijau dan penyu sisik. Perairan yang sama merupakan jalur lintasan sekitar 10 jenis paus, enam jenis lumba-lumba dan ikan duyung dugong.

Setelah mengunjungi TNK biasanya perjalanan wisata di Flores akan dilanjutkan antara lain menuju Riung di Kabupaten Ngada. Selain memiliki perairan laut yang jernih, pulau kelelawar Ontoloe, serta pulau-pula berpasir putih, Riung juga menyimpan potensi taman laut yang indah.

Perjalanan wisata ke kawasan Pulau Flores terasa tidak lengkap jika wisatawan tidak menyempatkan diri mengunjungi danau berwarna Kelimutu di Ende. Obyek wisata yang satu ini menyimpan misteri alam yang tiada duanya karena warnanya berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Danau ajaib itu ditemukan oleh Van Suchtelen, pegawai pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Danau vulkanik itu dianggap ajaib atau misterius karena warna ketiga danau itu berubah-ubah, seiring dengan perjalanan waktu. Awalnya, Kelimutu memiliki tiga danau masing- masing berwarna merah, putih, dan biru. Selalu berubah-ubah dalam setiap waktu, dan pada medio Oktober ini, dua dari tiga danau itu berwarna coklat, lainnya hijau.

Bedugul, Bali; Suasana Lain Pariwisata Bali

Jalan-jalan ke Bali tanpa menyambangi Bedugul? Ah, sayang sekali. Tahkukah Anda, kawasan wisata yang berada di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan ini memiliki banyak hal menarik yang layak Anda nikmati. Tak hanya suasana pegunungan yang sejuk, Bedugul juga memiliki tiga buah danau yang luar biasa indah. Ada Danau Beratan, Tamblingan, dan Buyan.

Anda yang suka menikmati dan mengamati tanaman, Kebun Raya Bedugul, tak boleh dilewatkan. Selain mengoleksi aneka tanaman konservasi, kebun raya ini juga ditumbuhi ribuan jenis anggrek. Bahkan, Anda yang ingin memacu adrenalin, tersedia pula sarananya di sini, yakni objek wisata petualangan Treetop. Dan untuk urusan perut, silakan cicipi satai dan gulai kelinci.

Terhampar di ketinggian 1.250 meter di atas permukaan laut, Bedugul berhawa sejuk. Tak heran, kawasan ini sejak lama dikenal sebagai tempat peristirahatan. Pada zaman penjajahan, banyak orang Belanda yang membangun pesanggrahan di sana dengan view menghadap danau. Kini, masyarakat lokal pun membangun tempat-tempat peristirahatan di sana. Ada yang dipakai sendiri, ada pula yang disewakan.

Dibanding kawasan wisata lain di Bali, Bedugul memang beda. Hawa yang sejuk dan suasana yang tenang membuat orang betah berlama-lama di sana. Biasanya, wisatawan yang datang dan menginap di Bedugul adalah wisatawan 'berkelas'. Mereka tinggal di sini agak lama untuk menikmati ketenangan.

Wisatawan juga bisa sepuasnya menikmati keindahan danau sembari berperahu keliling danau atau memancing. Jika enggan berperahu atau memancing, Anda bisa duduk berlama-lama di restoran di tepi danau sambil melepas pandangan jauh ke tengah danau. Jagung rebus, yang dijajakan para pengasong, bisa menjadi teman setia. Jagung hangat yang masih mengepul itu bisa Anda beli dengan 'uang kecil' Rp 700 per biji.

Bedugul bukanlah kawasan wisata yang mahal. Harga makanan dan tarif penginapan relatif murah. Ingin menginap dengan tarif Rp 40 ribu per malam? Tak sulit mendapatkannya di Bedugul, yang dikenal sebagai kawasan penghasil dan pemasok sayur-sayuran untuk Denpasar. Namun, jika menginginkan penginapan yang lebih bergengsi, Anda bisa memilih sebuah vila berisi dua kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dan dapur dengan tarif Rp 300 ribu per malam.

Untuk makanan, jangan khawatir akan menguras kantong Anda. Dibanding Nusa Dua, Kuta, Sanur, dan Denpasar, harga makanan di Bedugul relatif lebih murah. Hanya dengan Rp 6.000, Anda sudah dapat menikmti satu porsi nasi campur dan segelas teh manis. Sementara di Denpasar, makanan serupa mesti Anda tebus dengan harga Rp 8.000, bahkan bisa mencapai Rp 20 ribu jika Anda membelinya di Nusa Dua.

Untuk makanan, sempatkan mencicipi makanan khas Bedugul yakni satai kelinci. Harganya cukup murah, hanya Rp 6.000 untuk satu porsi atau sepuluh tusuk. ''Kita tidak membedakan harga. Walau yang berbelanja wisatawan asing, harga tetap lokal,'' kata Patakun, pemilik warung satai kelinci di Pasar Bedugul.

Anda yang ingin bersantap dengan menu lain juga tersedia. Ada nasi campur, ayam goreng, atau satai/gulai kambing. Bagaimana dengan kehalalan makanan-makanan itu? Tentu, Anda harus menanyakannya. Namun jangan terlampau khawatir, sebab pedagang makanan di Bedugul yang rata-rata Muslim, sangat memperhatikan soal ini.

Kawasan wisata sebaik Bedugul, mestinya bisa menyerap wisatawan secara maksimal. Namun faktanya, wisatawan asing yang datang ke sini tak lebih dari 20 persen dari total jumlah wisatawan yang datang ke Bali. Itu pun hanya sebagian kecil saja yang menginap. ''Kami menyediakan penginapan dan disewakan untuk wisatawan, tetapi hingga kini belum banyak yang memanfaatkannya,'' kata Wenni S Lestari, petugas Humas Kebun Raya Eka Karya Bedugul.

Sementara wisatawan domestik, umumnya tidak mendapat informasi lengkap mengenai kawasan wisata ini. Alhasil, mereka lebih memilih tinggal di Denpasar ketimbang Bedugul. Padahal, jika melihat jarak tempuh yang hanya 45 km dari Denpasar, mestinya Bedugul menjadi alternatif mereka untuk menginap. Belum lagi jika mengingat tarif penginapan dan harga makanan yang lebih murah.

Melakukan perjalanan wisata ke Bedugul sebenarnya sangat menguntungkan. Ini karena biro perjalanan wisata biasanya menempatkan wisata ke Bedugul dalam satu paket dengan kunjungan ke objek wisata lainnya seperti Hutan Kera Sangeh, Pura Taman Ayun, dan Pura Tanah Lot. Jika berkunjung ke Bedugul pagi hingga siang hari, maka sore harinya dimanfaatkan untuk menikmati panorama matahari terbenam di Tanah Lot.

Bedugul, Bali; Suasana Lain Pariwisata Bali

Jalan-jalan ke Bali tanpa menyambangi Bedugul? Ah, sayang sekali. Tahkukah Anda, kawasan wisata yang berada di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan ini memiliki banyak hal menarik yang layak Anda nikmati. Tak hanya suasana pegunungan yang sejuk, Bedugul juga memiliki tiga buah danau yang luar biasa indah. Ada Danau Beratan, Tamblingan, dan Buyan.

Anda yang suka menikmati dan mengamati tanaman, Kebun Raya Bedugul, tak boleh dilewatkan. Selain mengoleksi aneka tanaman konservasi, kebun raya ini juga ditumbuhi ribuan jenis anggrek. Bahkan, Anda yang ingin memacu adrenalin, tersedia pula sarananya di sini, yakni objek wisata petualangan Treetop. Dan untuk urusan perut, silakan cicipi satai dan gulai kelinci.

Terhampar di ketinggian 1.250 meter di atas permukaan laut, Bedugul berhawa sejuk. Tak heran, kawasan ini sejak lama dikenal sebagai tempat peristirahatan. Pada zaman penjajahan, banyak orang Belanda yang membangun pesanggrahan di sana dengan view menghadap danau. Kini, masyarakat lokal pun membangun tempat-tempat peristirahatan di sana. Ada yang dipakai sendiri, ada pula yang disewakan.

Dibanding kawasan wisata lain di Bali, Bedugul memang beda. Hawa yang sejuk dan suasana yang tenang membuat orang betah berlama-lama di sana. Biasanya, wisatawan yang datang dan menginap di Bedugul adalah wisatawan 'berkelas'. Mereka tinggal di sini agak lama untuk menikmati ketenangan.

Wisatawan juga bisa sepuasnya menikmati keindahan danau sembari berperahu keliling danau atau memancing. Jika enggan berperahu atau memancing, Anda bisa duduk berlama-lama di restoran di tepi danau sambil melepas pandangan jauh ke tengah danau. Jagung rebus, yang dijajakan para pengasong, bisa menjadi teman setia. Jagung hangat yang masih mengepul itu bisa Anda beli dengan 'uang kecil' Rp 700 per biji.

Bedugul bukanlah kawasan wisata yang mahal. Harga makanan dan tarif penginapan relatif murah. Ingin menginap dengan tarif Rp 40 ribu per malam? Tak sulit mendapatkannya di Bedugul, yang dikenal sebagai kawasan penghasil dan pemasok sayur-sayuran untuk Denpasar. Namun, jika menginginkan penginapan yang lebih bergengsi, Anda bisa memilih sebuah vila berisi dua kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dan dapur dengan tarif Rp 300 ribu per malam.

Untuk makanan, jangan khawatir akan menguras kantong Anda. Dibanding Nusa Dua, Kuta, Sanur, dan Denpasar, harga makanan di Bedugul relatif lebih murah. Hanya dengan Rp 6.000, Anda sudah dapat menikmti satu porsi nasi campur dan segelas teh manis. Sementara di Denpasar, makanan serupa mesti Anda tebus dengan harga Rp 8.000, bahkan bisa mencapai Rp 20 ribu jika Anda membelinya di Nusa Dua.

Untuk makanan, sempatkan mencicipi makanan khas Bedugul yakni satai kelinci. Harganya cukup murah, hanya Rp 6.000 untuk satu porsi atau sepuluh tusuk. ''Kita tidak membedakan harga. Walau yang berbelanja wisatawan asing, harga tetap lokal,'' kata Patakun, pemilik warung satai kelinci di Pasar Bedugul.

Anda yang ingin bersantap dengan menu lain juga tersedia. Ada nasi campur, ayam goreng, atau satai/gulai kambing. Bagaimana dengan kehalalan makanan-makanan itu? Tentu, Anda harus menanyakannya. Namun jangan terlampau khawatir, sebab pedagang makanan di Bedugul yang rata-rata Muslim, sangat memperhatikan soal ini.

Kawasan wisata sebaik Bedugul, mestinya bisa menyerap wisatawan secara maksimal. Namun faktanya, wisatawan asing yang datang ke sini tak lebih dari 20 persen dari total jumlah wisatawan yang datang ke Bali. Itu pun hanya sebagian kecil saja yang menginap. ''Kami menyediakan penginapan dan disewakan untuk wisatawan, tetapi hingga kini belum banyak yang memanfaatkannya,'' kata Wenni S Lestari, petugas Humas Kebun Raya Eka Karya Bedugul.

Sementara wisatawan domestik, umumnya tidak mendapat informasi lengkap mengenai kawasan wisata ini. Alhasil, mereka lebih memilih tinggal di Denpasar ketimbang Bedugul. Padahal, jika melihat jarak tempuh yang hanya 45 km dari Denpasar, mestinya Bedugul menjadi alternatif mereka untuk menginap. Belum lagi jika mengingat tarif penginapan dan harga makanan yang lebih murah.

Melakukan perjalanan wisata ke Bedugul sebenarnya sangat menguntungkan. Ini karena biro perjalanan wisata biasanya menempatkan wisata ke Bedugul dalam satu paket dengan kunjungan ke objek wisata lainnya seperti Hutan Kera Sangeh, Pura Taman Ayun, dan Pura Tanah Lot. Jika berkunjung ke Bedugul pagi hingga siang hari, maka sore harinya dimanfaatkan untuk menikmati panorama matahari terbenam di Tanah Lot.

P. Siberut, Mentawai; Nikmati Eksotisme Primata Siberut

Seperti sebuah salam kenal, seekor monyet hitam berhidung pesek berekor seperti ekor babi itu bertengger di ketinggian pohon, memandang tajam ke arah para pelancong. Pohon itu persis di depan salah satu pondok berdinding papan stasiun riset primata Mentawai di hutan Paleonan, Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat Sesaat kemudian, Simakobu, demikian nama lokal monyet endemik Mentawai itu, bergegas lari menuju rerimbunan pohon di balik pondok dan Menghilang.

Hutan Paleonan merupakan salah satu lokasi terbaik untuk melihat populasi keempat jenis monyet endemik di habitat aslinya. Di sana, populasinya relatif banyak dan belum terusik keserakahan manusia. Tentu saja selain di kawasan Taman Nasional Siberut (TNS).

Meskipun begitu, tak mudah bagi para pelancong berlama–lama mengamati aktivitas keempatnya. Bahkan, lolongan bilou yang umumnya terdengar setiap pagi hari pun tak juga membangunkan kami. Maklum, hujan menjadi keseharian di Paleonan. Seperti manusia, primata pun enggan muncul menunggu cuaca bersahabat.

Jika hujan turun, aktivitas yang seharusnya bisa kita lakukan terpaksa dihentikan, sambil menunggu hujan reda kita bisa bersantai di pondok utama stasiun riset Proyek Konservasi Siberut (SCP). Waktu diisi mengobrol, berdiskusi, membaca, minum teh/kopi, atau bermain catur. Sesekali kita bisa menggunakan binokular atau monokular untuk mengamati burung. SCP dikelola Pusat Primata Universitas Gottingen, Jerman, menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bagi peselancar, pantai barat Siberut adalah tantangan yang patut ditaklukan. Kebudayaan penduduk asli Mentawai juga menjadi atraksi wisata. Pada bulan–bulan tertentu, para peselancar atau penyelam asing menyewa kapal pesiar dari Padang atau Australia. Kapal–kapal mewah itu sekaligus menjadi hotel terapung yang siap memuaskan hati para penyewanya.

Pulau Siberut berjarak 120 mil laut dari Kota Padang, terpisah Selat Mentawai. Dua kapal motor (KM) dan satu kapal cepat Mentawai Ekspres berbagi jadwal melayani rute Siberutan Padang PP setiap pekannya.

Bagi Anda yang cukup waktu menyesuaikan jadwal keberangkatan kapal cepat sekaligus tidak ingin berlama–lama membelah selat, Mentawai Ekspres adalah satu–satunya pilihan. Berkursi empuk, empat jam perjalanan, dan berpendingin udara. Tentu tarifnya lebih mahal dari kapal motor.

Menggunakan kapal motor, tarif Rp 80.000 per orang berarti tidur di geladak, sedangkan tarif Rp 100.000 dapat tempat tidur di bilik berkapasitas 45 tempat tidur di lantai atas kapal. Jangan tanyakan gerahnya. Di geladak bawah, para penumpang berbagi tempat dengan muatan kapal mulai dari aneka penganan warung, sayur–mayur, bahan pokok, hingga sepeda motor.

Untuk membunuh sepi, penumpang kapal motor dapat menonton televisi di lantai atas kapal, mengobrol di buritan, atau tidur. Tak sedikit yang membentuk lingkaran, berjudi. Jangan lupa pula menyiapkan buku bacaan, minyak angin, atau tablet antimabok.

Bagi Anda yang melewati rute Muara Siberutar Muara Sikabaluan atau sebaliknya, pemandangan menarik menanti. Beberapa kelompok lumba-lumba berenang bebas sambil memunculkan punggungnya.

Pulau Siberut memang menyimpan potensi alam, budaya, dan ekonomi luar biasa. Sayangnya, semua itu belum tergali secara cerdas. Keberadaannya justru kian terancam. Salah satu ancaman terbesarnya adalah eksploitasi hutan dalam skala besar.

Padahal, hutan adalah akar segala eksotisme Siberut, sekaligus jantung dan napas masyarakat asli Mentawai. Eksotisme primata endemik hanyalah secuil pesan pentingnya menjaga alam Siberut tetap lestari.

Sangeh, Pulau Bali; Dari Misteri Hingga Keindahan Hutan Pala.

Taman Wisata Alam Sangeh, mungkin memang belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia, padahal Sangeh terletak di sebuah pulau terkenal di Indonesia yaitu Bali. Taman Wisata Alam Sangeh terletak di Desa Sangeh, Badung, Bali, sekitar 20km dari Denpasar.

Taman Wisata Alam Sangeh memiliki pesona wisata hutan yang banyak dihuni oleh ratusan kera. Kera-kera Sangeh dahulu memang dikenal sangat liar dan seringkali mengganggu para pengunjung. Kera Sangeh juga dikenal sangat jahil, karena seringkali mengambil barang-brang pengunung yang akan dikembalikan bila kera-kera tersebut diberi sepotong makanan. Namun sekarang kera Sangeh tidak lagi seliar dan sejahil dahulu, karena sekarang kera-kera tersebut telah diurus dengan baik.

Kera Sangeh juga memiliki beberapa kelompok yang masing-masing kelompok memiliki satu pemimpin. Namun kelompok-kelompok tersebut memilki pimpinan teringgi atau bisa dibilang raja dari seluruh raja kera yang ada di Sangeh. Pemimpin tertinggi ini berdiam ditempat yang paling luas di. Ditempat raja kera ini tinggal terdapat sebuah Pura Yang sangat terkenal kesakralannya yaitu Pura Bulit Sari.

Entah bagaimana caranya, pemimpin kera dipilih karena memiliki kekuatan dan kharisma yang sangat luar biasa. Bahkan mereka memiliki hak-hak yang lebih dibanding kera lainnya, seperti saat mengawini kera betina atau saat mendapat jatah makanan. Bisanya raja kera akan mendapat jatah pertama sampai ia puas, sebelum memberikan jatah tersebut pada kera-kera lain.

Sebagian besar kawasan hutan wisata ini, menjadi tempat bermukim kera, hanya sebagian kecil saja yang dimanfaatkan para pengusaha untuk membuat beberapa kios tempat menjual beraneka ragam cinderamata.

Hutan wisata ini memang banyak ditumbuhi tanaman pala (dipterocarpustrinervis). Menurut informasi hutan pala ini telah berumur ratusan tahun, bahkan diantara pohon pala tersebut konon ada yang telah berumur lebih dari tigaratus tahun.

Menurut pengelola Taman Wisata ini, Hutan Wisata Sangeng dibuat sebagai taman dari kerajaan Mengwi. Agar terlihat cantik taman ini ditanami pohon pala yang khusus didatangkan dari Gunung Agung. Sebenarnya rencana pembuatan taman ini sangat dirahasikan namun akhirnya pembuatan taman ini diketahui oleh beberapa orang, akibatnya pembuatan taman itu dihentikan, hingga akhirnya kawasan itu diberi nama Sangeh, yang artingya ada orang yang melihat.

Jika kita sempat mengunjungi taman wisata ini, kita pasti akan tertarik dengan keindahan pohon pala yang tumbuh dihutan ini, karena selain tumbuhnya lurus, pohon pala juga memiliki kayu yang sangat bagus. Namun anehnya, menurut beberapa sumber pohon pala Sangeh konon tidak bisa ditanam ditempat lain. Hingga orang-orang yang ingin memiliki kayu pohon Pala tidak pernah kesampaian.

Ada hal menarik diceritakan oleh para pengunjung dan pengelola Taman Wisata Sangeh tentang sebuah pohon yang telah tua dan akan roboh. Dari perkiraan banyak orang, pohon tersebut akan roboh kearah Pura Bukit Sari, namun kenyataanya semua ternyata melenceng. Awalnya pohon tersebut akan ditebang namun tidak ada yang berani karena takut mendapat kutukan.

"Sekitar awal Januari, akhirnya pohon itu roboh sendiri, mengarah ke barat daya. Persis antara bangunan Bale Kulkul dan Pewaregan, sehingga hanya sedikit sekali menimbulkan kerusakan, hanya pada tembok luar Pewaregan saja. Ini mengherankan karena seharusnya pohon itu tumbang persis di bangunan utama pura," kata Sumohon.

Selain pohon pala, masih ada tanaman yang terkenal di hutan Sangeh. Masyarakat setempat biasa menyebutnya Pohon Lanang Wadon, karena bagian bawah pohon itu berlubang sehingga menyerupai alat kelamin perempuan, sedangkan di tengah lubang tersebut tumbuh batang yang mengarah ke bawah yang terlihat seperti alat kelamin pria. Pohon itu tumbuh persis di pelataran depan tempat wisata Sangeh dan sebenarnya merupakan pohon pule.

Di Bali, pohon pule memiliki banyak keistimewaan karena kayunya sering digunakan untuk keperluan khusus, misalnya, membuat topeng yang dipakai sebagai sungsungan. Masyarakat kadang-kadang ada yang meminta kayu pule itu, kata Subawa. Tetapi, tentu saja tidak boleh begitu saja orang mengambil kayu atau dahannya karena harus disesuaikan dulu hari baiknya serta memberi persembahan sebagai tanda minta ijin.

Tana Toraja merupakan objek wisata yang terkenal dengan kekayaan budayanya. Kabupaten yang terletak sekitar 350 km sebelah utara Makassar itu sangat t

Tana Toraja merupakan objek wisata yang terkenal dengan kekayaan budayanya. Kabupaten yang terletak sekitar 350 km sebelah utara Makassar itu sangat terkenal dengan bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah adat ini bernama Tongkonan.

Atapnya terbuat dari daun nipa atau kelapa dan mampu bertahan sampai 50 tahun. Tongkonan juga memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan masyarakat, seperti strata emas, perunggu, besi, dan kuningan.

Saking melekatnya imej Tana Toraja dengan bangunan rumah adat ini, sebagai bentuk promosi pariwisata dan untuk menggaet turis Jepang ke daerah ini, maka rumah adat pun dibangun di negeri matahari terbit itu.

Bangunannya dikerjakan oleh orang Toraja sendiri dan diboyong pengusaha pariwisata ke negeri sakura. Sekarang di Jepang sudah ada dua Tongkonan yang sangat mirip dengan Tongkonan asli. Kehadiran Tongkonan selalu membuat kagum masyarakat negeri tersebut karena bentuknya yang unik. Perbedaannya dengan yang ada di Tana Toraja hanya terletak pada atapnya yang menggunakan daun sagu (rumbia).

Masih banyak lagi daya tarik Tana Toraja selain upacara adat rambu solo (pemakaman) yang sudah tersohor selama ini. Sebutlah kuburan bayi di atas pohon tarra di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 km dari Rantepao, yang disiapkan bagi jenazah bayi berusia 0-7 tahun.

Meski mengubur bayi di atas pohon tarra itu sudah tidak dilaksanakan lagi sejak puluhan tahun terakhir, pohon tempat "menyimpan" mayat bayi itu masih tetap tegak dan banyak dikunjungi wisatawan.

Di atas pohon tarra - yang buahnya mirip buah sukun - dengan lingkaran batang pohon sekitar 3,5 meter, tersimpan puluhan jenazah bayi.

Sebelum jenazah dimasukkan ke batang pohon, terlebih dahulu batang pohon itu dilubangi. Mayat bayi diletakkan ke dalam, lalu ditutupi dengan serat pohon kelapa berwarna hitam. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan menyatu dengan pohon tersebut.

Ini suatu daya tarik bagi para pelancong dan untuk masyarakat Tana Toraja tetap menganggap tempat tersebut suci seperti anak yang baru lahir.

Penempatan jenazah bayi di pohon ini, disesuaikan dengan strata sosial masyarakat. Makin tinggi derajat sosial keluarga itu maka makin tinggi letak bayi yang dikuburkan di batang pohon tarra.

Selain itu, bayi yang meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. Kalau rumahnya ada di bagian barat pohon, maka jenazah anak akan diletakkan di sebelah barat.

Sementara itu, untuk sampai di Tana Toraja yang mengagumkan ini ada jalur penerbangan domestik Makassar-Tana Toraja. Penerbangan ini hanya sekali dalam seminggu dan memakai pesawat kecil berpenumpang delapan orang. Namun, waktu yang dibutuhkan cukup singkat, hanya 45 menit dari Bandara Hasanuddin Makassar. Dan jika lewat darat, perjalanan yang cukup melelahkan membutuhkan waktu tujuh jam.

Even yang menarik di kawasan wisata ini adalah upacara pemakaman jenazah (rambu solo) dan pesta syukuran (rambu tuka) yang merupakan kalender tetap tiap tahun.

Selain even tersebut, para pengunjung bisa melihat dari dekat objek wisata budaya menarik lainnya, seperti penyimpanan jenazah di penampungan mayat berbentuk kontainer ukuran raksasa dengan lebar 3 meter dan tinggi 10 meter serta tongkonan yang sudah berusia 600 tahun di Londa, Rantepao.

Bukit Lawang, Bahorok; Wisata Alam Hutan Tropis

Setelah tiga tahun bencana banjir bandang, wisata Bukit Lawang di Bahorok kembali menggeliat. Kunjungan turis beranjak normal. Aktifitas wisata air dan alam yang menjadi sajian utama, masih menarik untuk dikunjungi.

Jika sedang berada di Sumatera Utara (Sumut), sempatkanlah datang ke Bukit Lawang. Jaraknya sekitar 96 kilometer barat laut Medan, ibukota Sumut. Angkutan model bus hingga travel berangkat hampir setiap waktu dari Terminal Terpadu Pinang Baris.

Selama perjalanan sekitar dua jam, akan terlihat perkebunan kelapa sawit, serta beberapa sungai yang menjadi sumber kehidupan warga sekitar. Lantas, sehabis melewati perkebunan karet, maka panorama Bukit Lawang yang menakjubkan terhampar luas.

Sejak dulu, tempat ini dikenal turis mancanegara sebagai objek wisata alam hutan tropis. Bahkan di dunia tidak lebih dari lima tempat yang mempunyai wisata hutan tropis yang sangat sejuk. Bukit Lawang bahkan mungkin salah satu yang terbaik di dunia. Pemandangan alamnya terutama didominasi bukit-bukit terjal, pepohonan rindang, dan pemandian sungai dengan airnya yang jernih.

Seiring dengan datangnya pagi hari, kabut akan menipis lantas sinar matahari menembus di balik daun-daun. Sementara deras air sungai Bahorok tak pernah henti. Suplai airnya bersumber dari hutan sekitar yang rimbun dan kokoh. Debit airnya yang deras dengan bebatuan alami, menempatkan sungai ini cocok untuk aktifitas wisata sungai seperti arung jeram. Sementara desiran angin, membawa oksigen murni yang baik untuk kesehatan.

Keindahan Bukit Lawang tidak terlepas dari posisinya yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Sebagai sebuah kawasan taman nasional, kondisinya memang terjaga. Konsep ekowisata menjadi hal utama di sini.

Ketika banjir bandang menerjang kawasan wisata ini pada 2 November 2003 lalu, hampir sebagian besar alam di sekitarnya rusak. Badan sungai pun melebar karena sebagian pepohonan berusia ratusan tahun yang ada di tepian sungai rubuh dihantam air bah berkecepatan pesawat boeing. Ratusan korban jiwa tewas, dan rumah-rumah hanyut.

Namun tiga tahun setelah itu, Bukit Lawang hampir 90 persen pulih. Berdasarkan data Seksi Konservasi Wilayah III Balai Taman Nasional Gunung Leuser, sejak dibuka kembali pada Juni 2004 pasca banjir bandang tercatat 2.892 turis dari Eropa datang berkunjung sampai 31 Desember 2005. Meski jumlah tersebut masih jauh dari tingkat kunjungan sebelum banjir bandang, yaitu Mei-Oktober 2003, sebanyak 4.900 orang, namun sudah menunjukkan geliat ekowisata Bukit Lawang.

Kini cottage-cottage sudah mulai terisi penuh menjelang akhir pekan. Orang-orang dari beragam tempat berdatangan kemari. Termasuk turis-turis asal Eropa yang mendominasi para pengunjung asing, seperti Belanda, Jerman dan Swiss. Selain bermain arus sungai dan melakukan jungle trekking, para turis umumnya datang ke Stasiun Objek Wisata dan Pengamatan Orangutan atau Ponggo Resort, untuk melihat aktifitas pemberian makan pada orang utan (Ponggo abelii).

Untuk bisa melihat tempat rehabilitasi orang utan, pengunjung harus berjalan sekitar setengah jam dari tempat penginapan. Setidaknya harus melewati dua jembatan gantung dan melewati sungai selebar sekitar delapan meter dengan menggunakan perahu kecil.

Kegembiraan pengunjung akan sangat terasa, saat berinteraksi dengan orang utan. Pengunjung turut memberikan makanan, bersentuhan langsung secara fisik. Untuk mengungkapkan rasa terima kasih, biasanya orang utan memberi salam dengan cara berguling-guling atau melompat-lompat dengan keriuhan suaranya. akanan berupa pisang, semangka dan beragam jenis buah lainnya menjadi rebutan puluhan orang utan yang berdiam di sekitar sini.

Telaga Ngipik, Gresik; Potensi Wisata "Tersembunyi"

Hampir semua masyarakat Gresik mengenal makam Sunan Giri yang berada di Kecamatan Kebomas atau Makam Sunan Syech Maulana Malik Ibrahim di kawasan alun-alun kota. Bahkan, masyarakat dari daerah lain sudah sangat mengenal kedua tempat bersejarah tersebut, terutama umat Muslim yang pernah ikut perjalanan wisata Walisongo.

Pemerintah Kabupaten Gresik pun menjadikan kedua tempat tersebut sebagai sumber pemasukan daerah dari sektor pariwisata. Sementara tempat wisata yang potensial, seperti wisata Telaga Ngipik yang berada di tengah-tengah kawasan Industri PT Petrokimia Gresik, terabaikan pengelolaannya.

Padahal, hampir setiap hari Sabtu dan Minggu cukup banyak masyarakat Gresik yang menyempatkan berekreasi di tempat tersebut. Seperti yang terlihat pada hari Minggu (1/6) kemarin, puluhan pengunjung menikmati suasana telaga, yang dikelilingi pepohonan yang hijau dan rindang. Di tempat ini pula kejua- raan Ski Air tingkat nasional sering diselenggarakan, seperti pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XX beberapa waktu lalu.

Namun ironisnya, masih banyak masyarakat Gresik yang belum mengetahui keberadaan Telaga Ngipik. Selain karena masih banyak yang lebih suka memilih wisata religi, lemahnya promosi wisata Telaga Ngipik yang dilakukan pihak Pemkab merupakan salah satu faktor "terlupakannya" tempat wisata ini.

Letaknya yang ada di tengah jantung Kota Gresik itu membuat tempat wisata Telaga Ngipik cukup mudah dijangkau oleh masyarakat yang hendak berekreasi di tempat tersebut. Lokasinya tepat di sekitar kawasan pabrik pupuk PT Petrokimia Gresik di Kecamatan Kebomas atau sekitar satu kilometer dari alun-alun Gresik di Jalan Wahid Hasyim.

Untuk sampai di kawasan wisata tersebut dari Surabaya bisa ditempuh selama 30 menit di ruas jalan raya Surabaya-Lamongan. Dari pertigaan tugu PT Petrokimia Gresik, masuk ke arah kanan dan menyusuri jalan lurus sekitar 200 meter. Pintu gerbang Telaga Ngipik akan terlihat di sisi kiri jalan. Wisata Telaga Ngipik dapat menjadi wisata alternatif yang menyenangkan. Dengan hanya membayar tiket masuk sebesar Rp 1.000 per orang, pengunjung sudah bisa menikmati pemandangan telaga sepuasnya.

Setidaknya, kenikmatan tersebut hampir serupa dengan apa yang bisa pengunjung nikmati ketika berada di telaga waduk Selorejo atau Telaga Sarangan di Magetan. Di areal telaga yang memiliki areal sekitar 100 hektar itu, selain sudah terdapat tempat bermain untuk anak-anak, beberapa stan penjual makanan dan suvenir juga tersedia.

Bagi yang sudah berkeluarga, keceriaan anak-anak merupakan tujuan berwisata. Seperti yang diungkapkan Wagiman, warga Desa Sidorukun, Gresik, "Apalagi di sini sudah tersedia arena permainan anak-anak. Jadi, selain saya dapat istirahat di pinggir telaga, anak-anak bisa bermain sendiri di tempat permainan", ujar Wagiman.

Selain permainan anak, di kawasan wisata ini juga disiapkan dua perahu motor yang setiap saat dapat digunakan untuk mengelilingi telaga. Ada 20 tempat duduk dalam kapal motor sepanjang 12 meter itu. Dengan hanya membayar Rp 2.500 setiap penumpangnya dapat menikmati keindahan telaga dengan perahu motor.

Selain itu, disediakan pula 10 sepeda air yang bisa digunakan sewaktu-waktu di areal yang sudah ditentukan oleh pengelola. Biayanya juga murah, hanya Rp 5.000 per sepeda air selama 1 jam.
Kalau sekadar ingin menikmati panorama telaga, dermaga milik kelompok olahraga ski air juga bisa dikunjungi. Dari dermaga ini, pengunjung dapat melihat air telaga yang sejuk terutama pada pagi hari ataupun sore hari.

Keberadaan telaga tidak hanya dinikmati wisatawan yang datang dengan keluarganya. Puluhan pemancing juga berdatangan ke Telaga Ngipik untuk menyalurkan hobinya. Bahkan, para pemancing ini biasanya datang lebih awal dibanding pengunjung wisata lainnya.

Meski hasil pancingan yang diperoleh tidak sebanyak dan sebesar dengan ikan yang dipancing di kolam pemancingan, para pemancing tetap merasa puas dengan memancing di Telaga Ngipik tersebut.

"Bagi saya, jumlah ikan yang bisa saya peroleh dari tempat ini bukan menjadi soal. Justru, suasana telaga inilah yang bisa memberikan kenikmatan tersendiri. Apalagi, kalau tempat ini lebih dikelola dengan bagus, saya yakin akan lebih banyak orang yang datang ke tempat ini," ujar Sobari, salah seorang pemancing.

Telaga Ngipik, Gresik; Potensi Wisata "Tersembunyi"

Hampir semua masyarakat Gresik mengenal makam Sunan Giri yang berada di Kecamatan Kebomas atau Makam Sunan Syech Maulana Malik Ibrahim di kawasan alun-alun kota. Bahkan, masyarakat dari daerah lain sudah sangat mengenal kedua tempat bersejarah tersebut, terutama umat Muslim yang pernah ikut perjalanan wisata Walisongo.

Pemerintah Kabupaten Gresik pun menjadikan kedua tempat tersebut sebagai sumber pemasukan daerah dari sektor pariwisata. Sementara tempat wisata yang potensial, seperti wisata Telaga Ngipik yang berada di tengah-tengah kawasan Industri PT Petrokimia Gresik, terabaikan pengelolaannya.

Padahal, hampir setiap hari Sabtu dan Minggu cukup banyak masyarakat Gresik yang menyempatkan berekreasi di tempat tersebut. Seperti yang terlihat pada hari Minggu (1/6) kemarin, puluhan pengunjung menikmati suasana telaga, yang dikelilingi pepohonan yang hijau dan rindang. Di tempat ini pula kejua- raan Ski Air tingkat nasional sering diselenggarakan, seperti pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XX beberapa waktu lalu.

Namun ironisnya, masih banyak masyarakat Gresik yang belum mengetahui keberadaan Telaga Ngipik. Selain karena masih banyak yang lebih suka memilih wisata religi, lemahnya promosi wisata Telaga Ngipik yang dilakukan pihak Pemkab merupakan salah satu faktor "terlupakannya" tempat wisata ini.

Letaknya yang ada di tengah jantung Kota Gresik itu membuat tempat wisata Telaga Ngipik cukup mudah dijangkau oleh masyarakat yang hendak berekreasi di tempat tersebut. Lokasinya tepat di sekitar kawasan pabrik pupuk PT Petrokimia Gresik di Kecamatan Kebomas atau sekitar satu kilometer dari alun-alun Gresik di Jalan Wahid Hasyim.

Untuk sampai di kawasan wisata tersebut dari Surabaya bisa ditempuh selama 30 menit di ruas jalan raya Surabaya-Lamongan. Dari pertigaan tugu PT Petrokimia Gresik, masuk ke arah kanan dan menyusuri jalan lurus sekitar 200 meter. Pintu gerbang Telaga Ngipik akan terlihat di sisi kiri jalan. Wisata Telaga Ngipik dapat menjadi wisata alternatif yang menyenangkan. Dengan hanya membayar tiket masuk sebesar Rp 1.000 per orang, pengunjung sudah bisa menikmati pemandangan telaga sepuasnya.

Setidaknya, kenikmatan tersebut hampir serupa dengan apa yang bisa pengunjung nikmati ketika berada di telaga waduk Selorejo atau Telaga Sarangan di Magetan. Di areal telaga yang memiliki areal sekitar 100 hektar itu, selain sudah terdapat tempat bermain untuk anak-anak, beberapa stan penjual makanan dan suvenir juga tersedia.

Bagi yang sudah berkeluarga, keceriaan anak-anak merupakan tujuan berwisata. Seperti yang diungkapkan Wagiman, warga Desa Sidorukun, Gresik, "Apalagi di sini sudah tersedia arena permainan anak-anak. Jadi, selain saya dapat istirahat di pinggir telaga, anak-anak bisa bermain sendiri di tempat permainan", ujar Wagiman.

Selain permainan anak, di kawasan wisata ini juga disiapkan dua perahu motor yang setiap saat dapat digunakan untuk mengelilingi telaga. Ada 20 tempat duduk dalam kapal motor sepanjang 12 meter itu. Dengan hanya membayar Rp 2.500 setiap penumpangnya dapat menikmati keindahan telaga dengan perahu motor.

Selain itu, disediakan pula 10 sepeda air yang bisa digunakan sewaktu-waktu di areal yang sudah ditentukan oleh pengelola. Biayanya juga murah, hanya Rp 5.000 per sepeda air selama 1 jam.
Kalau sekadar ingin menikmati panorama telaga, dermaga milik kelompok olahraga ski air juga bisa dikunjungi. Dari dermaga ini, pengunjung dapat melihat air telaga yang sejuk terutama pada pagi hari ataupun sore hari.

Keberadaan telaga tidak hanya dinikmati wisatawan yang datang dengan keluarganya. Puluhan pemancing juga berdatangan ke Telaga Ngipik untuk menyalurkan hobinya. Bahkan, para pemancing ini biasanya datang lebih awal dibanding pengunjung wisata lainnya.

Meski hasil pancingan yang diperoleh tidak sebanyak dan sebesar dengan ikan yang dipancing di kolam pemancingan, para pemancing tetap merasa puas dengan memancing di Telaga Ngipik tersebut.

"Bagi saya, jumlah ikan yang bisa saya peroleh dari tempat ini bukan menjadi soal. Justru, suasana telaga inilah yang bisa memberikan kenikmatan tersendiri. Apalagi, kalau tempat ini lebih dikelola dengan bagus, saya yakin akan lebih banyak orang yang datang ke tempat ini," ujar Sobari, salah seorang pemancing.

Pasir Padi Bangka, Pantai Menawan yang Nyaris Terlupakan

Pasir Padi merupakan salah satu pantai menawan di Pulau Bangka. Bagi warga Pangkalpinang, kota berpenduduk sekitar 134.000 jiwa, Pasir Padi merupakan satu-satunya tempat wisata pantai di kota itu. Kawasan wisata yang menghadap Laut Cina Selatan tersebut memiliki sejumlah obYek wisata alam yang indah. Lebar pantainya mulai dari sekitar 100 meter sampai 300 meter. Ombak laut yang begitu tenang membuat pantai itu terasa aman untuk mandi.

Bagian paling selatan pantai ini bersambung pula dengan Pantai Tanjung Bunga yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Bangka Tengah. Keindahan Pantai Pasir Padi tidak berbeda dengan pantai lain yang menawan di seantero Pulau Bangka, pulau yang sejak berabad-abad lalu dikenal dengan hasil tambang timah dan lada putihnya.

Bagi orang yang belum pernah berkunjung ke Pulau Bangka, menyetarakan pantai-pantai di pulau ini dengan pantai di Pulau Bali barangkali dinilai agak berlebihan. Namun, ketika menginjakkan kaki di pulau penghasil lada putih ini, pengunjung mungkin akan berdecak kagum melihat keindahan pantainya.

Sebut saja misalnya empat pantai di daerah tetangga Pangkalpinang, yakni Kabupaten Bangka. Di daerah itu setidaknya ada empat pantai yang menawan, seperti Pantai Matras, Parai, Tanjung Pesona, dan Pantai Rebo. Namun, pengunjung yang hendak ke pantai-pantai itu tidak perlu khawatir karena rambu lalu lintas penunjuk arah ke obyek wisata dipasang di beberapa tempat. Pengunjung tidak perlu takut kesasar seperti saat hendak ke Pasir Padi.

Pasir Padi sebenarnya bisa menjadi tujuan wisata utama karena lokasinya masih berada di dalam kota. Pengunjung dari luar daerah atau mancanegara, baik yang tiba melalui Depati Umar maupun Pelabuhan Pangkalan Balam, bisa langsung ke pantai itu. Wisatawan yang datang melalui Pelabuhan Muntok di Bangka Barat pun bisa langsung ke Pasir Padi sebelum ke lokasi wisata pantai lainnya.

Keindahan Pantai Pasir Padi akhirnya memang seperti terabaikan karena pengelolaannya kurang bagus. Padahal, pantai itu menyimpan keindahan yang menawan. Sampai sekarang, mungkin hanya penduduk Pangkalpinang dan sekitarnya yang bisa menikmatinya, di samping sebagian kecil pendatang dari luar daerah.

Kurangnya promosi menjadi salah satu penyebab mengapa pantai itu hanya ramai dikunjungi warga setempat. Itu pun hanya terjadi pada setiap akhir pekan. Pada hari-hari biasa, pengunjung hanya datang pada sore hari dengan jumlah rata-rata kurang dari 100 orang. Pengunjung rutin yang menikmati keindahan pantai itu adalah puluhan anak muda yang bertempat tinggal di desa-desa sekitar pantai. Mereka datang bukan untuk mandi di pantai atau sekadar berjemur, tetapi bermain sepak bola.

Pengunjung lain yang rutin pada sore hari bertandang ke Pasir Padi juga berasal dari kalangan anak muda dengan berkendaraan sepeda motor. Sambil mejeng mereka menikmati keindahan pantai, atau saling tancap gas di atas pasir pantai yang tidak lembek saat dilindas roda kendaraan.
Mobil-mobil pengunjung pun dengan bebas berlalu lalang di hamparan pasir pantai. Kerasnya pasir pantai, baik yang basah maupun yang kering, menyebabkan roda tidak amblas ke dalam pasir. Kondisi seperti itu yang membuat mereka berani bermobilria di pantai. Malah, sebagian pengunjung datang hanya untuk belajar menyetir mobil!

Di Pantai Pasir Padi pengunjung juga bisa berlayar di perairan pantai. Mereka bisa menuju dua pulau kecil yang letaknya hanya dua mil dari bibir pantai, yakni Pulau Panjang dan Pulau Semajun. Di Pulau Panjang pengunjung bisa menikmati masakan makanan laut, seperti ikan bakar, kepiting, dan sebagainya. Di pulau itu tinggal beberapa keluarga nelayan, sementara Pulau Semajun tidak berpenghuni.

Keindahan alam yang ditopang kelebihan berupa pasir padat di pantai itu ternyata belum mampu memancing lebih banyak wisatawan dari luar daerah atau mancanegara. Wisatawan yang datang umumnya hanya wisatawan lokal, Pangkalpinang maupun dari daerah sekitarnya saja.

Kawasan pantai itu sebenarnya sudah dilengkapi sejumlah fasilitas memadai, khususnya hotel berbintang dua, beberapa rumah makan, dan sejumlah warung makan dan minum. Bahkan, di lokasi itu juga terdapat tempat hiburan karaoke dan diskotek. Namun, fasilitas lain yang begitu penting bagi pengunjung, seperti toilet, sampai sekarang belum ada. Mungkin karena itu pula, Pasir Padi menjadi tidak populer bagi pengunjung.

Galangan Kapal VOC, Jakut; Wisata Sejarah Batavia

Galangan Kapal VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) yang terletak di Jalan Kakap No. 1 Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara merupakan salah satu tempat wisata bersejarah di wilayah Utara Kota Jakarta. Dulunya Jakarta masih bernama Batavia ketika galangan kapal ini berdiri sekitar tiga ratus tahun lalu.

Di kawasan ini yang diberi nama Pasar Ikan menjadi pusat perdagangan utama di Asia. Bahkan ada yang menyebutkan hampir selama dua abad wilayah ini merupakan urat nadi suatu jaringan niaga, yang terentang dari Pulau Decima di Nagasaki (Japan) sampai Cape Town (Afrika Selatan) dan dari Ternate sampai Bandar Surat di pantai Teluk Arab.

Galangan Kapal VOC merupakan salah satu unsur pendukung yang amat penting bagi jaringan niaga sedunia, yang berlangsung dengan memakai kapal-kapal layar. Kapal-kapal berukuran besar dan kecil ini bongkar muat di galangan itu. Dan berlayar mengarungi lautan Pasifik, Hindia serta Atlantik dan singgah di berbagai pelabuhan antara Amsterdam dan Nagasaki, antara Hormuz (Pesia) dan Pulau Banda.

“Meskipun sudah beberapa kali mengalami pemugaran namun bangunan galangan kapal ini masih banyak yang asli dan bisa dijadikan warisan leluhur sejarah masa lalu,” ungkap Cahyadi salah seorang pengelola di galangan VOC itu kepada reporter jakartautara.com. Menurutnya, diperkirakan galangan kapal VOC ini berdiri tahun 1628 yang semula dijadikan kantor dan tempat dagang VOC. Luas areal sekarang hanya sekitar 2.000 meter persegi. Usia galangan kapal yang dibangun di atas tanah urukan ini lebih tua dari Museum Bahari. Bahkan ketika galangan kapal ini beroperasi di tempat museum bahari berdiri tadinya masih rawa-rawa dan empang.

Galangan kapal sudah berfungsi di tempat sekarang berdasarkan catatan sejarah pada tahun 1632. Namun pernah terjadi kebakaran besar tahun 1721 yang sempat merusak sebagian dari kompleks bangunan galangan ini. Sebelum mengalami pemugaran, dijelaskan Cahyadi, galangan kapal aslinya dibatasi dengan di utara oleh Jalan Pakin, di barat oleh gedung utama dan di selatan dibatasi oleh semacam gang di antara gedung kedua yang merupakan terusan dari gedung utama dan gedung baru di sebelah utara bekas Ankerwerf (bekas gudang gula, bengkel besi dan kayuy tahun 1980-1990- sempat dijadikan gudang bahan kimia, kini dalam keadaan kosong).

”Ini tadinya sungai besar yang diseberangnya ada kasteel Batavia (bangunan penting yang sudah dibongkar berdiri tahun 1618-1627) dan menuju ke Pelabuhan Sunda Kelapa yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari galangan ini”ujar Cahyadi seraya menjelaskan batas timur yang tadinya sungai diurug sewaktu ciliwung diluruskan mulai dari pintu kecil sampai ke pasar ikan.

Galangan kapal VOC tadinya merupakan tmpat untuk memperbaiki kapal-kapal besar yang berbulan-bulan lamanya berlayar tetapi juga untuk membuat kapal-kapal kecil. Berbagai golongan bekerja di galangan ini seperti pegawai administrasi dan pembukuan, serta pembuat peta, kompas dan jam pasir.

Mereka bekerja dan sebagian tinggal di gedung utama bersama dengan pejabat tertinggi di kompleks itu, yaklioni equipagemeester atau commandeur,. Lalu ada tukang kayu yang khusus membuat dan memperbaiki kapal serta tukang-tukang lainnya, termasuk terdapat diantaranya para budak belian. Mereka dipaksa bekerja keras, diberi makan jelek, dianiaya dan dihukum berat karena kesalahan atau masalah sepele.

Gedung galangan kapal yang berlantai dua itu kini tak lebih dari sebuah tempat bersejarah. Untuk melestarikan gedung bersejarah ini kini dikelola oleh swasta yaitu PT Sunda Kelapa Lestari dan sempat direnovasi pada tahun 1997 sampai 1999. Sekarang ini di galangan kapal VOC terdapat restoran dan cafe,ungkap Cahyadi yang memimpin restoran terdiri dari restoran China dan Indonesa dan juga terdapat cafe yang diberi nama cafe galang.

Di galangan kapal yang belakangan disewakan untuk kegiatan pesta perkawinan, pameran dan lain-lain itu terdapat galeri lukisan seta ada juga peti emas yag dsebut sebut tempat penyimpanan barang-barang berharga ukurannya 1 M X 1,2 meter. Di saat-saat libur cukup banyak pelancong dari Belanda yang sekedar untuk mengenang sejarah bangunan yang didirikan oleh leluhurnya

Candidasa, Bali; Wisata Murah Pulau Dewata

Sebagai kawasan wisata, Kuta, Sanur, dan Nusa Dua memang terbilang mumpuni. Para pelancong bisa mendapatkan segala hal di sana. Mulai dari hiburan, makanan, penginapan, sampai aneka cenderamata. Tapi bagaimana dengan harga yang harusdi bayar untuk aneka fasilitas wisata itu? Jelas, tidak murah, bahkan bisa dibilang mencekik leher. Untuk menginap semalam di hotel melati atau bintang tiga di kawasan 'emas' itu, biayanya bisa mencapai Rp 300 ribu. Begitu pun dengan harga makanan dan cenderamata, bisa empat atau bahkan lima kali lipat dari harga normal.

Jika Anda ingin berwista di Pulau Dewata dengan harga yang terjangkau, kawasan Candidasa mungkin bisa anda pilih. Memang, kawasan yang berada di Kabupaten Karangasem, Bali bagian timur ini, belum berkembang seperti kawasan wisata Kuta, Sanur, dan Nusa Dua. Walau begitu, Candidasa memiliki cukup banyak hotel dan penginapan Tarifnya juga bisa dikompromikan. Tarif bermalam di hotel bintang tiga atau penginapan yang memiliki fasilitas sekelas hotel bintang tiga, lumayan murah yakni Rp 75 ribu - Rp 100 ribu per malam.

Kendati belum semaju Kuta atau kawasan lainnya di Kabupaten Badung, Denpasar, Tabanan, dan Gianyar, namun Candidasa pernah menjadi favorit wisatawan Eropa. Hal ini tak lain karena suasana Candidasa yang tenang dan alami. Bahkan tak sedikit orang mengatakan, bila ingin melihat wajah Kuta tiga puluh tahun lalu, maka lihatlah wajah Candidasa saat ini.

Bisa jadi, dulu orang enggan bermalam di Candidasa karena akses ke kawasan ini relatif sulit, karena harus melewati jalan-jalan di pusat kota Gianyar dan Semarapura yang sempit. Namun, menyusul dibukanya jalan bypass Prof Dr Ida Bagus Mantera, Candidasa lebih mudah dijangkau.

Berkat jalan bypass yang menghubungkan Denpasar dengan Kabupaten Karangasem itu, transportasi menjadi lebih lancar. Jika sebelumnya, butuh waktu sekitar 90 menit untuk mencapai Candidasa dari Denpasar, kini cukup dengan 40 menit saja.

Ini hampir sama dengan waktu tempuh Denpasar-Nusa Dua. "Dengan dibukanya jalan baru, akses ke Candidasa sekarang sudah sangat mudah, bahkan Candidasa nyaris menyatu dengan Denpasar," kata Ida Bagus Astika, pemandu wisata yang biasa memandu turis untuk diving di Desa Tulamben, Karangasem.

Anda tentu tahu bahwa objek wisata di Bali sebenarnya menyebar ke sejumlah tempat seperti Bali bagian timur dan tengah (Ubud dan Tampak Siring), Goa Gajah juga Pasar Seni Sukawati yang menjadi tempat berbelanja barang-barang kerajinan Bali. Nah, objek-objek wisata tersebut akan lebih mudah dicapai bila ditempuh dari Candidasa.

Ketika pertama kali berkembang, sekitar pertengahan 1980-an, Candidasa dikenal sebagai kawasan wisata spiritual. Dulu, di sini terdapat ashram (semacam padepokan) yang dikembangkan oleh almarhumah Ny. Gedong Bagus Oka dan sahabatnya, mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid.

Sepeninggal Ny. Gedong Bagus Oka, Candidasa tetap menarik untuk dikunjungi. Selain arena diving di Desa Tulamben, kita bisa melihat dari dekat desa tradisional Tenganan yang memiliki tradisi dengan beragam atraksi masyarakatnya yang unik. Ada pula Desa Putung yang lekat dengan panorama pemandangan pegunungan dan kebun salaknya yang cantik. Tak kalah menarik adalah Goa Lawah. Ini adalah sebuah pura yang disucikan umat Hindu dan di sekitarnya didiami oleh ribuan kelelawar.

'Jalan' sedikit ke arah barat, terdapat Goa Gajah, Istana Negara Tampaksiring dan kawasan Ubud yang kondang dengan karya lukisnya. Sekitar 15 kilometer sebelah selatan Ubud, ada Pasar Seni Sukawati. Di pasar ini, anda bisa puas membeli berbagai kerajinan dan cenderamata khas Bali. Harganya murah asal pintar menawar.

"Harga barang-barang di sini memang lebih murah, kualitasnya juga bagus," kata Suparsana, perajin patung yang biasa menyetor hasil kerajinannya ke Pasar Sukawati. Jadi, bila anda tengah merancang liburan ke Pulau Dewata, tak ada salahnya memilih Candidasa sebagai tempat bermalam. Di sinilah anda akan melihat wajah Bali yang sebenarnya.

Tarif menginap di Candidasa memang miring. Tapi bagaimana dengan makanan? Restoran memang gampang ditemui di Candidasa, kawasan wisata yang terletak sekitar 12 kilometer sebelah barat Amlapura, ibukota Kabupaten Karangasem atau sekitar 65 kilometer sebelah timur Denpasar. Hanya saja, seringkali, cita rasa dari menu-menu makanan yang dihidangkan kurang pas dengan selera lidah Jawa atau Indonesia. Artinya, makanan yang disediakan restoran-restoran di Candidasa lebih cocok untuk wisatawan yang 'berambut pirang'.

Mungkin, anda bisa menemukan restoran, rumah makan atau warung yang menyediakan nasi soto, nasi rames, nasi campur, bahkan nasi pecel. "Tapi, untuk pelancong domestik, sebaiknya jangan coba-coba membelinya. Karena rasanya memang kurang pas dengan lidah kita," kata Bara, warga Denpasar yang telah berulangkali jalan-jalan ke Candidasa.

Jadi, mesti bagaimana? Ada saran, belilah makanan di Amlapura. Di kota ini,kita bisa dengan mudah mendapatkan nasi campur, gulai dan satai kambing, ayam Taliwang khas Lombok, juga soto ayam. Pedagangnya adalah para pendatang asal Jawa dan Lombok yang kini tinggal di Amlapura.

Blanakan, Subang; Saksikan Atraksi Buaya Blanakan

Memasuki gerbang utama Wana Wisata Buaya Blanakan (WWBB), terlihat kolam-kolam berbagai ukuran berpagar tembok dan berjeruji besi. Kolam ini tempat tinggal ratusan buaya muara hasil tangkaran.

Sejak dikembangkan pada 1989, WWBB mendapat sambutan cukup baik dari para wisatawan. Hingga saat ini di 20 kolam penangkaran terdapat 184 ekor buaya berukuran besar dan kecil, berumur 3 bulan hingga 26 tahun.

Di antara kandang-kandang itu terdapat satu kandang paling luas, setengah hektar, dengan kolam berukuran 200 m2. Di sinilah tempat berdiamnya si Baron, buaya muara dari Kalimantan. Kandang ini dilengkapi balkon bagi pengunjung yang ingin menyaksikan atraksi si buaya bernama Baron.

"Baron, ayo Baron, Baron ayo keluar,” panggil Santoso, pengelola WWBB, kepada buaya muara pemilik nama Baron dipinggir kolam sambil memukul-mukul galah bambu ke air. Dari dalam air yang berwarna hijau tua, riak air mulai terlihat, tak lama kemudian muncullah si Baron berenang menghampiri pemanggilnya.

Dengan gerakan tubuhnya yang lamban, Baron pun berhenti tepat di bawah kaki Santoso. “Ayo tunjukkan mulutnya yang lebar, buka, buka, ayo buka!” seru si pawang sambil memukul-mukulkan bambu yang dipegangnya dengan pelan ke tubuh Baron.

Baron pun mengangakan mulutnya lebar-lebar lalu diam di pinggir kolam. Mulutnya terus terbuka meski gigi taringnya yang kuat dipegang-pegang. Atraksi inilah yang selalu ditunggu-tunggu para pengunjung. Pengunjung yang ingin berkenalan atau berpose bersama Baron tak perlu khawatir digigit karena sang pawang dengan senang hati akan menemani.

Atraksi lainnya adalah melihat kelincahan Baron dalam melahap seekor bebek. Makanan kesukaannya memang bukan bebek, tapi agar bisa melihat atraksi buaya menyantap makanannya, bebeklah yang disediakan pengelola.

Pengunjung yang ingin melihat atraksi itu bisa mengganti bebek milik pengelola seharga Rp15.000/ekor. Atau, datang saja menjelang jadwal makan siang si buaya, sekitar pukul 11.00, supaya tak perlu bayar.

Untuk bisa menyaksikan buaya-buaya di WWBB, pengunjung harus bayar tiket masuk sebesar Rp4.000/orang dan Rp4.000 lagi guna melihat kebolehan Baron dkk dari dekat maupun dari balkon pengunjung.

WWBB yang menempati lahan seluas 1,5 ha dari luas total 8 ha wilayah hutan Tegaltangkil menawarkan pemandangan indah. Pengunjung yang ingin melakukan aktivitas lain seperti berkemah, jalan-jalan di hutan bakau, dan menyaksikan beberapa satwa khas rawa pun bisa. Namun untuk kegiatan ini pengelola tidak menyediakan pemandu. Bagi yang berkemah, disarankan untuk membawa peralatan sendiri karena di sini tidak ada sarana berkemah.

Pilihan lainnya adalah trekking. Jika waktunya tepat, pengunjung dapat menyaksikan beberapa satwa liar lain seperti berang-berang, ular sawah, kucing hutan, dan burung kuntul. Para pengunjung yang memiliki hobi mancing, juga dapat menyalurkan kesenangannya di Sungai Blanakan. Sedangkan yang ingin berperahu pun bisa menyewa perahu di dermaga.

Setelah puas berkeliling, sempatkan untuk mampir ke warung-warung yang menjual makanan dengan menu laut seperti udang, ikan, cumi, dan kepiting karena seafood-nya enak banget. Para pengunjung biasanya makan ikan bakar dengan minum es kelapa muda, lumayan segarnya setelah berjalan keliling areal ini. Waktu yang tepat untuk berkunjung ke WWBB adalah pada Oktober-November. Pada bulan tersebut biasanya masyarakat di sana mengadakan pesta laut.

Menuju WWBB di Desa Blanakan, Kec. Ciasem, Kabupaten Subang, memang agak sulit karena petunjuk arah satu-satunya, terletak 12 km dari lokasi. Angkutan umum menuju lokasi wisata ini juga belum banyak.

Dari Terminal Cikampek, pengunjung harus naik kendaraan umum yang disebut elf, jurusan Cikampek-Cilamaya, turun di pengkolan Blanakan sebelum pasar Ciasem. Untuk mencapai lokasi, lebih baik naik jasa ojek saja dari Pasar Ciasem atau pengkolan Blanakan.

Pulau Bintan, Riau; Nikmati Kemilau Pasir Putih Bintan

Pulau Bintan, di mana itu? Pertanyaan ini mungkin agak menggelikan mengingat Pulau Bintan adalah salah satu pulau indah di Nusantara. Tapi nyatanya memang begitu. Banyak orang, bahkan di kota besar seperti Jakarta, tak tahu di mana Pulau Bintan.

Pulau Bintan berada di antara pulau-pulau yang masuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Kalau Anda kenal Pulau Batam, maka Pulau Bintan bisa dikatakan bertetangga dengan pulau yang kini menjadi kawasan industri itu. Tak hanya dengan Batam, Pulau Bintan pun tak begitu jauh dari negeri jiran, Singapura.

Menggunakan kapal feri, perjalanan dari Dermaga Telaga Punggur, Pulau Batam, ke Bandar Bentan Telani di Pulau Bintan hanya memakan waktu 45 menit. Sedangkan dari Terminal Feri Tanah Merah di Singapura, butuh waktu sekitar 55 menit untuk mencapai pulau ini.

Dekat dengan Batam dan Singapura memang menjadi daya tarik tersendiri dari pulau ini. Tapi sejatinya, pulau ini sendiri memiliki banyak daya pikat. Keindahan alam, salah satunya. Kemilau pasir putih, birunya air laut, dan rimbunnya pepohonan, merupakan perpaduan yang membuat Pulau Bintan begitu cantik.

Kehadiran Pulau Bintan sebagai salah satu ikon pariwisata di Indonesia memang muncul belum lama. Sebelumnya, pemerintah lebih fokus untuk mengembangkan Pulau Batam sebagai sebuah kawasan Industri. Barulah pada 1991, pesona dan potensi wisata pulau yang terletak di bagian barat Pulau Batam ini mulai terkuak. Bekerja sama dengan pemerintah Singapura, pemerintah Indonesia membangun sebuah kawasan wisata khusus yang berstandar internasional. Pada 1996, kawasan wisata ini pun secara resmi dibuka. Bintan Resorts, demikian namanya.

Pengelola Bintan Resorts mengubah lahan seluas 23 ribu hektare menjadi surga bagi wisatawan. Berbagai potensi pariwisata yang terhampar di kawasan ini dikelola dengan sangat baik.
Pengelola membangun sedikitnya tujuh resort dengan berbagai fasilitas berbeda. Di Angsana Resort misalnya, terdapat fasilitas golf, olahraga air, dan spa. Sedangkan di Banyan Tree Bintan, tersedia vila-vila bernuansa alami. Tersedia pula beberapa fasilitas eksklusif semacam jacuzi dan kolam renang. Semua ini benar-benar membuat pelancong dimanjakan.

Lain lagi dengan Mayang Sari Beach Resort. Ia menyajikan pemandangan langsung ke pantai. Begitu keluar dari chalet (semacam bungalow) di Mayang Sari, kaki Anda akan segera disongsong lembutnya pasir putih yang menghampar di bibir pantai. Dan semua resort di Bintan Resort ini memiliki privat beaches (pantai pribadi),

Anda yang suka atau ingin bertualang di bawah air, juga akan terpuaskan. Di kawasan wisata ini, Anda bisa menikmati keindahan bawah laut lewat diving maupun snorkelling. Selain itu, para wisatawan juga bisa menikmati asyiknya bermain banana boating, parasailing, windsurfing, juga kayaking.

Bahkan Anda yang hobi memancing pun, Bintan Resorts menyediakan fasilitas untuk itu, termasuk menjalin kerja sama dengan para nelayan tradisional setempat. Berkat kerja sama itu, mereka yang hobi memancing bisa belajar cara-cara menangkap ikan secara tradisional.

Untuk Anda yang hobi menjelajah alam, Bintan Resorts juga menyediakan fasilitas untuk menyalurkan hobi itu lewat mountain bike ataupun tracking ke Gunung Bintang. Berada pada ketinggian sekitar 340 meter, mata Anda akan leluasa memandang kecantikan Pulau Bintan, yang setiap tahunnya dikunjungi tak kurang 350 ribu wisatawan. Memang, sebagian besar yang datang bukanlah wisatawan domestik, melainkan turis mancanegara, seperti Singapura, Korea Selatan, dan Jepang.

Tak hanya keindahan alam. Pulau Bintan juga memiliki kekayaan hayati yang layak dibanggakan. Sebagai pulau yang berada di daerah tropis, Pulau Bintan memiliki ekosistem yang unik dengan beragam flora dan fauna. Kera, katak, berbagai jenis ular, kunang-kunang, kadal, dan beragam jenis burung hidup dengan nyaman di pulau ini.

Belum lagi pejelajahan di hutan mangrove di Sungai Sebung yang dulu sempat rusak. Di sepanjang Sungai Sebung Ini kita akan menjumpai beragam jenis hutan mangrove yang tergolong unik seperti Pencil Roots Avioennia, Stilt Roots Rhizopora, Knee Roots Bruguiera, dan Ribbon Roots Xylocarpus. Dalam tur di hutan mangrove ini, wisatawan bisa melihat secara langsung habitat hewan-hewan liar yang hidup di dalamnya.